Home » » Catatan Perjalanan Kairo-Aswan, Abu Simbel, Luxor

Catatan Perjalanan Kairo-Aswan, Abu Simbel, Luxor

Written By mouzlim on Kamis, 28 Maret 2013 | 19.29

Catatan Perjalanan Kairo-Aswan, Abu Simbel, Luxor


Di antara agenda perjalanan refresher program para dosen kementerian agama RI 2011 ke Kairo adalah kunjungan budaya ke Aswan, Abu Simbel, dan Luxor.
Rombongan kali ini tidak hanya berjumlah 10 orang, tapi agak istimewa karena ditemani oleh Prof.Dr. Abdul Mujib, salah seorang  pendamping program refresher. Keistimewaan lain yang tak terulang lagi adalah kami menjadi saksi mata proses reformasi politik di Mesir, karena di tengah kunjungan kami ini, Mesir tengah melangsungkan pesta demokrasi, yaitu melakukan pemili legislative. Meskipun sempat terjadi ketegangan karena terjadi demosntrasi besar-besaran, tetapi Alhamdulillah, semua agenda kami berjalan sesuai dengan rencana.
Rombongan berangkat dari Wisma Nusantara Kairo  menuju Stasiun Kereta Giza setelah maghrib dengan mobil wisata yang dipandu oleh Bapak Saipudin, salah seorang mahasiswa program S3 di Al Azhar University. Pukul 19.15 kami tiba di stasiun Giza. Sambil menunggu keberangkatan dan koordinasi dengan pihak travel kami ngobrol-ngobrol di halaman stasiun  Giza sambil menikmati udara dingin di Kairo.
Menjelang pukul 20.00, terdengar pengumuman  dari petugas stasiun agar penumpang kereta bersiap-siap di dalam karena kereta tidak lama lagi tiba di stasiun. Kami Alhamdulillah memilih sleeping train, kereta api yang punya fasilitas kamar tidur. Kami memutuskan untuk mengambil fasilitas ini karena perjalanan Kairo Aswan cukup jauh.   30 menit setelah berangkat, kami menyantap makan malam yang disediakan oleh pihak kereta, dan 15 menit berikutnya setelah tempat makanan diambil, kamar kami disetting menjadi tempat tidur bertingkat. Aku memilih bagian atas dan temanku, Munir memilih bagian bawah. Sebelum istirahat kami menyempatkan diri untuk melihat internet untuk mengetahui informasi tentang lokasi-lokasi yang akan kami kunjungi selama perjalanan. Setelah itu kami terrtidur pulas. Aku baru terbangun setelah jam menunjukkan pukul 03.30. Aku ke WC dan berwudhu, selanjutnya sholat tahajjud dan tilawah sambil menunggu waktu subuh.  Setelah subuh aku baru mengetahui bahwa perjalanan Kairo Aswan sungguh luar biasa. Sepanjang perjalanan aku menyaksikan pemandangan pohon kurma dan zaitun yang sungguh luas, di sampingnya ada air irigasi yang ternyata mengalir dari bendungan Aswan. Pukul 08 pagi kami disuguhi sarapan pagi, dan tak lama kemudian ada pengumuman dari pihak kereta bahwa setengah jam lagi kereta akan tiba di stasiun Aswan. Menurut pihak travel yang mengurus keberangkatan kami, perjalanan dengan kereta diperkirakan sekitar  13 jam. Dan perkiraan itu ternyata benar,  kami berangkat dari Stasiun Giza pukul 8 malam dan tiba di Stasiun Aswan pada pukul 9 pagi, 7 Des 2011.
Tiba di Stasiun Aswan kami disambut oleh pemandu wisata yang bernama Raimon, berkebangsaan Mesir. Kami langsung di ajak city tour di dua lokasi di Aswan yaitu ke Bendungan tinggi (alsadd al-‘Ali) dan Philae Temple. Bendungan Aswan dibangun pada masa Jamal Abdul Nasher dengan bantuan dari Rusia dan sangat luas. Bendungan ini bertujuan untuk membendung air sungai Nil untuk pembangkit tenaga listrik dan untuk irigasi. Untuk masuk ke bendungan dan menyaksikan pemandangan menawan dari lokasi bendungan kami harus membeli tiket seharga 20 pound. Pemandangan bendungan sungguh indah dan kami menyempatkan diri untuk berfoto-foto di lokasi bendungan.  Sejauh mata memandang, mataku hanya memandang birunya sungai nil dengan lingkungan kanan kirinya yang menawan.
Setelah itu kami berangkat menuju Philae temple. Philae ini terletak di sebuah pulau kecil antara bendungan tinggi Aswan dengan bendungan yang lain, sehingga untuk mencapai pulau mungil nan indah ini kami harus naik speedbout.  Tiket untuk mengunjungi lokasi ini adalah 50 pound. Philae ini adalah nama untuk tempat peribadatan orang-orang Mesir kuno yang dibangun pada masa Potholomeus. Bangunan tempat ibadah itu cukup besar, dan merupakan bangunan induk tempat peribadatan raja-raja mesir kuno. Di rumah ibadah itu ada kamar-kamar tempat mereka beribadah. Raimon menceritakan bahwa Mesir kuno meyakini banyak sekali tuhan, ada tuhan baik, tuhan jahat. Masing-masing benda memiliki tuhan. Menariknya, sebenarnya rumah ibadah ini sebenarnya tidak berlokasi seperti yang ada sekarang, tetapi berada di sebuah pulau yang berjarak tidak jauh dari lokasi yang ada sekarang. Cuma, karena pulau itu tenggelam, maka rumah ibadah itu oleh Unesco dipindahkan dari lokasi yang semula ke Philae sekarang ini. Untuk menuju pulau itu kami menaiki speed boot sekitar 15 menit. Kami menikmati betul perjalanan itu, karena speed boot yang kami tumpangi sedang berada di atas sungai Nil. Aku dan beberapa kawan sempat menciduk air dan membasuh muka dengan air yang sangat jernih tersebut. Di perjalanan kami menyaksikan banyak sekali karang-karang.
Di antara hal menarik yang disampaikan oleh pemandu wisata kami  adalah keterangannya tentang symbol Mesir yang mereka sebut sebagai Miftahul Hayat. Gambar oval di bagian atas bermakna dua delta yang di miliki Mesir, garis lurus melintang di tengah menunjukkan  dua gurun pasir, dan garis lurus ke bawah menunjukkan tentang sungai nil. Simbol miftahul hayat ini di berbagai relief ditemukan. Semula aku melihat bahwa symbol itu adalah symbol Kristen atau yahudi, setelah dijelaskan ternyata maknanya sangat mendalam, lambang kegagahan Mesir.
Setelah itu kami check in kamar hotel, dan oleh panitia kami dibookingkan hotel terapung (floating hotel/ fanadiq ‘aimah). Pukul 12.30 siang, 07 Des kami tiba di hotel dan sekitar jam 13.00 kami sudah bisa masuk kamar. Meskipun tidak terlalu luas, tapi  hotel ini cukup unik, dan kami bisa menikmati istirahat yang cukup di hari itu. Hotel yang kami tempati memang unik, karena tidak seperti hotel biasanya, hotel ini memang dirancang untuk wisata Nil. Karena itu, sebenarnya ia kapal yang disulap menjadi hotel. Hotel terapung seperti ini cukup banyak bertambat di Aswan. Hotel kami sendiri namanya Princess Sarah, kapal indah berbintang empat.
Pukul 03.00 Dini hari, tanggal 08 des 2011 kami sudah dibangunk oleh pihak hotel untuk bersiap-siap, karena pukul 04.00 harus sudah keluar hotel untuk menuju Abu Simbel. Kami naik kendaraan wisata Abraam pukul 04.05 menit dan selanjutnya berkumpul di sebuah lokasi untuk keberangkatan bersama dengan rombongan turis lainnya. Pukul.04.30 kami berangkat menuju lokasi.
Perjalanan Aswan Abu Simbel cukup lumayan jauh, jaraknya sekitar 299 km dan diperkirakan memakan waktu 3 jam perjalanan. Rombongan kami konvoi dengan rombongan  dari berbagai Negara lain yang juga akan berangkat ke sana. Tidak seperti Kairo-Aswan yang sangat subur, perjalanan Aswan Abu Simbel yang bergerak menuju ke arah selatan ini ternyata gurun pasir. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan luas berwarna kemerah-merahan. Kami disuguhi dengan pemandangan sun rise gurun pasir.
Pada pukul 07.30 kami baru menemukan ada satu perkampungan kecil yang disebut Qoryah Abdul Qodir, 20 km sebelum Abu Simbel. Jam 07.40 kami tiba dilokasi Abu Simbel. Setelah pemandu kami membeli tiket yang harganya 80 pound, kami masuk ke lokasi Kuil Abu Simbel.
Simbel sendiri adalah nama orang yang menemukan tempat peribadatan Ramses II yang di bangun di lokasi perbatasan dengan Sudan. Jarak Abu Simbel Sudan hanya sekitar 50 km, padahal jarak Aswan Abu Simbel sekitar 300 km. Tempat peribadatan Raja Ramses II betul-betul megah, di depannya dipajang patung dirinya. Yang sangat menakjubkan adalah design bangunan rumah ibadah yang sangat canggih. Matahari bisa masuk langsung ke dalam ruangan itu hanya dua kali setahun, yaitu setiap tanggal 20 Feb dan setiap tanggal 20 okt. Dari pintu utama matahari bisa langsung masuk menuju ruang utama tempat peribadatan utama. Di tempat itu terpampang 4 tuhan mereka, ada tuhan utama, Ramses II, tuhan cahaya, dan tuhan jahat. Meskipun mereka mempunyai banyak tuhan, tetapi tuhan utama mereka adalah matahari, sehingga wajar tempat peribadatan Abu Simbel ini menghadap ke matahari untuk menyembah tuhan amon ra.
Di samping rumah peribadatan utama ini ada rumah peribadatan yang dibangun oleh Ramses II untuk isterinya Nefertari. Tempatnya tidak sebesar rumah ibadah utama.
Anehnya, kenapa Firaun membangun rumah ibadah yang sangat jauh dari lokasi pemerintahannya di Luxor atau Aswan? Ternyata tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan kepada Sudan yang berdekatan dengan Mesir bahwa Mesir itu gagah dan mewah.
Setelah melihat lokasi-lokasi tersebut, kami mengabadikan perjalanan dengan berfoto-foto, baik bersama-sama maupun foto bersama.
Rombongan pulang kembali ke Aswan pada pukul 10 pagi. Setelah kami disuguhi pemandangan padang sahara sejauh mata memandang sekitar 300 km kamipun tiba kembali di Aswan, kota indah nan subur. Keindahannya dilengkapi oleh sungai Nil yang sangat dijaga kebersihannya oleh pemerintah. Siapa yang mengotori sungai ini didenda sangat besar oleh pemerintah. Tiba di Aswan, kamipun istirahat kembali di hotel terapung Princess Sarah.  
Setelah makan siang, kami menikmati panorama sungai Nil dari lantai lima kapal, di sana ada kursi dan meja yang didesain untuk menikmati pemandangan. Selain itu juga tersedia kolam renang. Cuma karena musim dingin, kami tidak ada yang berselera untuk berenang.
Sore dan malam hari kami habiskan untuk menulis dan kegiatan lainnya. Tepat pukul 04.00 dinihari, tgl. 08 Desember 2011, kapal Princess Sarah bangun dari peristirahatannya dan bergerak membawa kami menuju Kom Ombo Temple dan Edfu.
Menikmati Keindahan Panorama Sungai Nil
Mataku benar-benar dimanjakan oleh keindahan sungai Nil. Sejak matahari terbit, jendela kamar yang kami tempati sengaja kami buka. Jendelanya terbuat dari kaca, panjang dan lebarnya sengaja didesain seluas dinding kamar yang menghadap ke luar. Dengan desain seperti itu mata kami betul-betul lepas menikmati panorama sungai nil  yang airnya biru, bersih, dan luas. Lidahku berulang kali mengucapkan subhanallah…subhanallah…subhanallah… nikmat yang mungkin tidak terulang seumur hidupku.
Panjang Nil secara keseluruhan sekitar 6650 km atau 4132 mil melewati 10 negara di benua Afrika. 10 Negara itu adalah: 1. Mesir, 2. Sudan, 3. Uganda, 4. Eriteria, 5. Kongo, 6. Ethiopia, 7. Burundi, 8.Tanzania, 9.Ruwanda, 10.Kenya.
Kami menginap 3 malam di Princess Sarah, tetapi menyusuri sungai nilnya sendiri hanya sekitar 24 jam, antara Aswan an Luxor. Kapal-kapal lain cukup banyak yang berpapasan dengan kami selama perjalanan. Di antara yang aku lihat adalah Mirage, Senator, Concerto, dll. Ketika bersandar di Luxor aku menyaksikan jumlah kapal yang sangat banyak, aku sempat menghitung ada enam deret kapal di belakang yang kami tumpangi. Dan untuk sampai ke daratan, kami harus melewati 4 kapal yang sudah bersandar terlebih dahulu.


Kom Ombo Temple
Pukul.06.45 kapal sudah sandar di daerah Kom Ombo, dan kami keluar dari Princess Sarah jam 07.00. Begitu keluar, kami disambut oleh udara dingin bercampur angin yang cukup menantang. Ternyata jarak sandar kapal dengan Kuil Kom Ombo hanya sekitar 100 m. Setelah membeli tiket yang harganya 30 Pound kamipun dipersilahkan masuk ke kuil Kom Ombo yang bermakna dataran tinggi yang mengandung emas.
Kuil yang konon dibangun pada abad ke satu SM ini bertingkat dua dan yang menarik terdapat lebih dari 300 buaya yang telah dimummi.
Pada masa Kristen Koptik, kuil ini juga pernah menjadi gereja dan akhirnya baru pada akhir abad ke-19 dilakukan pemugaran terhadapa kuil yang terdiri dari Kuil Sobek dan Kuil Haroeris. Sobek sendiri merupakan dewa berkepala buaya sedangkan Haroeris adalah dewa berkepala Elang. Di kuil ini kedua dewa itu banyak hadir berupa patung-patung raksasa dan ditemani dengan keluarga mereka.
Di Kom Ombo ini ada miqyas al-Nil, tempat seperti sumur yang cukup dalam dan didesain untuk mengukur tingkat kesuburan tanaman pada suatu masa. Jika air yang ada di dalam telaga itu tinggi berarti tingkat kesuburan tinggi dan pajak hasil tanaman juga meningkat.
Di halaman gedung utama, terdapat tiang-tiang yang tidak utuh. Konon pada masa Muh Ali Basya memerintah, tiang-tiang itu dipangkas separuhnya dan dipindahkan di lokasi yang tidak jauh dari tempat itu untuk pembangunan pabrik.
Yang menarik dari Kom Ombo ini adalah kuilnya tidak seperti kuil yang lain yang dibangun untuk menyembah tuhan tertentu. Seperti Abu Simbel untuk Amon ra, dan sebagainya. Tetapi Kom Ombo ini dibangun untuk menyembah dua tuhan sekaligus, ada tuhan himayah yang berlambangkan elang dan ada tuhan jahat yang berlambangkan buaya. Karena itu, bangunan kuil ini memiliki dua pintu masuk besar dan dua lambang yang ada di bagian atasnya.
Kuil ini sendiri dibangun karena daerah Kom Ombo ini terkenal banyak sekali buayanya. Padahal masyarakat sangat tergantung dengan Nil. Karena buaya Nil banyak memakan korban, akhirnya masyarakat Kom Ombo meminta raja untuk mendirikan kuil untuk menyembah tuhan buaya yang bisa menjaga keselamatan mereka dari ancaman buaya. Sebelum pintu keluar dari kuil Kom Ombo dibangun museum buaya. Sambil berjalan menuju kapal, aku dikagetkan oleh pemandangan dua ekor ular kobra yang dijaga oleh seorang pawang. Entah apa maksudnya, yang jelas ada beberapa orang yang menyaksikan pemandangan tersebut. Aku sendiri, karena waktu sangat terbatas dan juga tidak berani dekat-dekat, langsung bergerak menuju kapal sambil melihat sekilas.
Setelah sekitar satu jam melihat-lihat Kuil Buaya ini akhirnya pukul 08.00 kami kembali ke Kapal pesiar Princess Sarah. Tapi sebeum masuk, kami tidak lupa mengabadikan persinggahan kami di Kom Ombo dengan berfoto-foto. Pukul 08.30 pelayaran dilanjutkan menuju  Luxor melalui Edfu.
Edfu Kuil terbesar kedua di Mesir
Pelayaran dilanjutkan kembali untuk menuju tempat persinggahan berikutnya, yaitu kuil Edfu yang terletak di tepi barat sungai Nil.
Kapal kami tambat di dermaga Edfu pada pukul 12.45. Kami segera turun untuk menuju lokasi wisata. Ternyata di tepi jalan dekat dermaga itu kami sudah disambut oleh delman yang siap mengantar kami ke lokasi. Setiap delman dikendarai oleh 4 orang penumpang berhadap-hadapan. Asyik juga naik delman di negeri orang. Pak kusirnya orang Mesir Edfu. Baik Aswan maupun Edfu penduduknya mayoritas berkulit hitam karena daerah ini adalah daerah yang berbatasan dengan Sudan.  Tidak seperti Aswan yang tertata rapi dan indah,  pemandangan kota Edfu agak sedikit  tertinggal dan pemandangan delman yang menghiasi kota ini membuat aroma kotoran kuda kadang-kadang cukup mengganggu hidung. Setelah 15 menit naik delman kami tiba di lokasi wisata, yaitu kuil Edfu yang berarti benteng yang kokoh.
Edfu terkenal dengan kuil yang berdiri megah sebagai peninggalan dari masa pemerintahan keturunan Ptolemeus dari Yunani. Temple of Horus didirikan pada masa Cleopatra VII pada tahun 237 SM. Horus adalah nama dewa kebaikan dan kebalikan dari dewa Sobek untuk dewa keburukan. Karena itu, kalau kita melihat lambang yang terpajang di bagian atas kuil, mata kita hanya akan melihat satu lambang melingkar  yang dijaga oleh dua ekor burung elang. Gambar melingkar adalah symbol dewa matahari dan dua burung elang yang mengapitnya adalah lambang dewa himayah.
Kuil Edfu yang terletak sekitar 115 kilometer dari Luxor ini merupakan salah satu kuil yang paling terjaga keasliannya. Kuil ini dibangun oleh Dinasti Ptolemeic yang berkuasa di Mesir setelah mesir jatuh ke dalam kekuasaan Iskandar Agung pada 332 SM.
Menurut legenda , Edfu merupakan tempat pertempuran di antara dewa-dewa Mesir. Di sinilah Horus yang berkepala Elang menuntut balas atas kematian ayahnya Isiris yang dibunuh oleh saudaranya sendiri, Seth. Akhirnya Seth kalah dan diasingkan, Horus kemudian naik tahta. Dengan adanya mitos ini hampir semua Firaun di Mesir mengganggap diri mereka sebagi titisan Horus yang disebut juga “The Living King”.
Gabungan antara peradaban Mesir kuno dan Yunani sangat terasa di bangunan kuil Edfu. Di antara perpaduan itu tampak pada tiang bangunan yang tinggi besar dan bagian atasnya dihias dengan tiga jenis bunga, yaitu bunga lotus, bunga bardi (bahan untuk membuat papyrus), dan nakhl (kurma).  Lotus adalah lambang Yunani, sedangkan bardi dan nakhl adalah khas Mesir. Ciri khas lain dari bangunan Yunani adalah pada gambar relief yang ada pada  dinding-dinding kuil. Perempuan selalu digambar dengan postur yang hampir tidak berbusana, sedangkan ciri bangunan Mesir adalah dengan menggunakan busana lengkap.
Yunani memimpin Mesir sejak penaklukan Alexandria oleh Alexander the Great dengan 7 jendral perangnya yang salah satunya bernama Ptolemeus. Setelah kematian Alexander, pada tahun 305 SM Ptolemeus menyatakan diri sebagai raja yang menguasai Mesir.
Orang Mesir menerima dinasti Ptolemaic sebagai penerus kepemimpinan Firaun dan kepemimpinan ini berlanjut hingga tahun 30 SM pada saat penaklukan Romawi atas Mesir dan nantinya Romawi memimpin Mesir hingga 650 tahun. Dinasti Ptolemaic dari Yunani memerintah Mesir sekitar 275 tahun, dimulai dari tahun 305 SM hingga 30 SM dan sering dikenal dengan periode helenistik.
Semua penguasa dinasti laki-laki mengambil nama Ptolemy. Ratu Ptolemeus biasanya disebut Cleopatra, Arsinoe atau Berenis. Anggota paling terkenal dari garis itu adalah ratu terakhir bernama Cleopatra VII, yang dikenal untuk perannya dalam pertempuran politik melawan Romawi antara Julius Caesar dan Pompey dan kemudian antara Oktavianus dan Mark Anthony.
Gerbang pintu saat memasuki temple of Horus hampir sama dengan gerbang di kuil Karnak yang menjadi tempat sejarah terbuka terbesar dunia saat ini. Perbedaannya terletak di ukiran gambarnya yang khas Yunani.
Di dalam kuil juga terdapat patung burung yang terbuat dari batu hitam yang dikirim langsung dari Yunani. Sebagaimana khas bangunan peninggalan kerajaan Mesir kuno, disepanjang dinding-dinding kuil tertulis dan tergambar dengan rapi tulisan hierogliph yang menceritakan tentang kisah kehidupan para dewa.
Yang juga menarik perhatianku  di  dalam kuil Edfu adalah sumur pengukur ketinggian air sungai nil. Dengan air yang ada di dalam sumur itu mereka bisa mengukur berapa kedalaman sungai Nil pada saat itu. 
Kami hanya diberi waktu sampai pukul 14.00 di kuil tersebut. Setelah itu kami pulang kembali ke kapal Princess Sarah dengan delman yang sudah siap menanti.
Menuju Luxor
Pukul 14.45 pelayaran  dilanjutkan menuju Luxor, yang merupakan kota yang dulunya menjadi ibukota beberapa dinasti Mesir kuno dan bernama “Thebes”.  Tengah malam itu juga kapal sudah bersandar di kota Luxor.
Setelah sarapan pagi sekitar pukul 08.00 pagi, tgl. 8 desember 2011, kami sudah ditunggu oleh Raimon, pemandu wisata kami untuk mengunjungi lokas wisata yang ada di kota Luxor.
Luxor yang bahasa Arabnya Uqshur (banyak istana) adalah sebuah kota indah dan subur  yang terletak di kedua tepi timur dan barat Sungai Nil di Mesir bagian utara. Luxor dibangun di bekas lokasi Thebes, ibu kota Mesir kuno yang terkenal (2052 SM). Raja-raja Firaun memerintah di sini, menciptakan peradaban yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya.
Tanah-tanah padang pasir bagian baratnya yang di masa lalu dikenal sebagai “kota kematian” ialah tempat di mana semua penerus Dewa Amun dimakamkan bersama kekayaan yang dapat dibawa ke kehidupan abadi (menurut kepercayaan mereka).
Di sini terdapat situs-situs bersejarah Mesir kuno seperti Kuil Luxor,dan Kuil Karnak . Selain itu juga terdapat “Valley of the Queens” and” Valley of the Kings” dimana terdapat makam Tutankhamun yang termashur.
Kota ini menyimpan catatan koleksi seni dan catatan arkeologis Mesir purba yang berlimpah, sebagian bahkan dirunut kembali sampai 3000 SM. Penggalian terakhir dilakukan atas makam Fir’aun kecil, Tutankhamun, yang penuh dengan perhiasan emas, patung dan surat berharga.
Banyak penguasa Thebes yang meninggalkan warisan fisik yang bisa dipelajari. Kuil Hatshepshut dari Dinasti XVIII menggambarkan bahwa kelahirannya yang penuh keajaiban ialah sebab bersatunya Ratu Ahmes dan dewa Amon (menurut kepercayan Mesir kuno). Amenhotep III meninggalkan 2 patung besar setinggi ± 70 kaki (± 20 m) yang dikenal sebagai Kolossi Memnon. Firaun Ramses II memesankan dibuatkannya gambaran dari perang-perang besar, termasuk yang dialaminya sendiri melawan kaum Hittit Suriah, selain adegan festival pemujaan dewa hasil bumi. Menghiasi bagian luar kuilnya, gambar-gambar ini masih ada sampai kini. Tiap tahun, tak terhitung turis yang mengunjungi Luxor untuk mengagumi warisan kuno ini serta bukti lain peradaban purba.
Perjalanan wisata kami di Kota Luxor dimulai dengan kunjungan ke Wadi al-Muluk (Valley of the Kings) atau dalam bahasa Indonesia berarti Lembah para raja. Lembah ini agak jauh dari pemukiman masyarakat, dan para raja Firaun sengaja memilih lokasi ini untuk menjadi pekuburan mereka. Di lokasi ini ditemukan banyak sekali makam. Kami hanya diizinkan untuk mengunjungi 3 lokasi pemakaman raja Firaun, yaitu Ramses III, IV, dan IX. Untuk itu saja, kami harus mengeluarkan 80 Pound. Lokasi pemakaman itu sangat luas, di kanan dan kiri dindingnya terpajang gambar-gambar yang warnanya masih sangat asli. Sayangnya di lokasi ini kami tidak boleh membawa kamera, sehingga pemandangan indah itu tidak bisa diabadikan.
Setelah itu kami menuju lokasi pembuatan barang-barang aksesoris yang terkenal di Mesir yang lokasinya tidak jauh dari Wadi al-Muluk. Di sana ada patung Firaun, ada elang, ada kura-kura, dan banyak lagi yang dibuat. Barang-barang itu terbuat dari alabaster, bahan yang diambil dari lembah yang terletak dekat dengan lokasi tersebut. Saya sendiri membeli satu oleh-oleh dari tempat ini, beli badak bercula satu (wahidul qorn) yang memancarkan sinar indah jika lampu dimatikan. Tidak lama kami mampir di tempat itu, karena lokasi yang akan kami kunjungi di Luxor masih cukup banyak.
Mobil wisata Tiger yang mengantar kami bergerak ke lokasi yang tidak jauh dari pabrik pembuatan barang-barang aksesoris yang sempat kami singgahi. Kami dibawa oleh pemandu ke al-Deir al-Bahari temple atau lebih dikenal dengan nama Hatshepsyut Temple. Kawasan ini merupakan pekuburan para pekerja yang membuat pekuburan para raja. Untuk masuk ke lokasi ini kami harus membayar 30 pound.
Karena waktu juga sudah siang dan perut sudah terasa lapar, maka kami dibawa oleh pemandu untuk makan siang di sebuah restoran al-Amin di pojokan kota Luxor. Semua kami sepakat untuk memilih menu ikan di siang itu. Saat kami datang, kami disuguhi makanan pembuka berupa roti dan syurbah khudar dan diakhiri dengan ruzz billaban. Sayangnya banyak kawan yang tidak bisa menyantap makanan penutup itu karena sudah merasa kenyang.
Perjalanan kami lanjutkan menuju Luxor Temple yang berlokasi tidak jauh dari sungai Nil dan kapal yang kami tumpangi. Luxor Temple merupakan kuil yang dibangun oleh Ramses II untuk tuhan Amut, isteri tuhan Amon Ra (Tuhan matahari).  Untuk masuk ke lokasi ini kami membayar 50 pound. Di kuil ini terdapat masallah (semacam menara) yang cukup tinggi. Di Luxor temple, masallahnya berada di bagian depan sebelum sharh (dinding tinggi). Sharh (dinding) kuil ini cukup tinggi. Mendengar kata sharh yang diucapkan Raimon, aku teringat dengan firman Allah yang menyebutkan kisah Firaun yg memerintahkan Haman untuk membangun sharh yang tinggi untuk melihat Tuhannya Musa. Kuil ini cukup luas dan tiang-tiangnya juga cukup besar. Mataku terpaku pada model tiang yang agak berbeda dengan tiang-tiang di kuil yang lain. Tiangnya dibentuk seperti bunga dan di bagian ujungnya didesain dengan dua model, model bunga bardi yang tertutup dan bunga lotus yang terbuka.
Perjalanan wisata di Luxor berakhir dengan kunjungan ke Kuil Karnak, yang merupakan kuil terbesar di dunia, peninggalan keluarga ke-18 Firaun. Sebelum masuk ke lokasi, kami mendengarkan arahan terlebih dahulu dari pemandu wisata di depan miniatur kuil Karnak. Melihat miniaturnya menunjukkan bahwa kuil ini sangat luas. Selesai mendengarkan penjelasan singkat tentang sejarahnya, kami menuju lokasi yang sebenarnya.  Untuk masuk ke kuil ini kami membayar 65 pound.
Halaman kuil sangat luas dan dibangun oleh banyak penguasa dalam rentang waktu yang cukup panjang.  Kuil ini mulai dibangun pada tahun 1500 SM dan  berhenti tahun 300 SM. Saya katakan berhenti, karena dari bangunannya terlihat jelas ada rencana besar yang belum rampung dan ditinggalkan begitu saja. Meskipun demikian, bangunan yang ada saja sudah menunjukkan kebesaran dari arsitekktur pada zaman tersebut.  Selain sharh-nya yang tinggi, tiang-tiangnya sangat besar, tidak ada yang lebih besar dari tiang-tiang yang ada di tempat yang lain. Pasalnya, kuil ini memang dibuat untuk tuhan amon ra yang merupakan tuhan utama mereka. Menariknya, kuil ini dilengkapi dengan danau suci. Danau ini cukup luas, airnya bersumber dari sungai nil yang dialirkan dari pipa bawah tanah. Danau ini hanya dipakai oleh Firaun dan dukun utama sebelum melakukan penyembahan terhadap tuhan mereka.
Setelah semua kunjungan selesai,  rombongan semua menuju masjid untuk sholat jama’ takhir zuhur dan ashar. Sambil menunggu sholat maghrib kami beristirahat di dalam masjid. Baru setelah maghrib yang dijama’ dengan Isya’ kami keluar dari masjid menuju hotel untuk menunggu jemputan menuju stasiun kereta Luxor.
Jarak hotel ke stasiun ternyata dekat, hanya sekitar 10 menit. Tepatnya pukul 10.30 malam itu, 8 desember 2011 kami meninggalkan Luxor untuk menuju Kairo dengan menggunakan Sleeping Train. Setelah disuguhi makan malam, kamar kami disulap menjadi tempat tidur dua tingkat. Malam itu aku habiskan betul-betul untuk istirahat. Ketika bangun ternyata tinggal 15 menit menjelang subuh dengan tubuh yang sudah sangat fresh. Alhamdulilllah…Alhamdulillah…Alhamdulillah. Setelah sholat subuh aku baru menyempatkan melihat pemandangan di luar. Ternyata kami sudah sampai di Stasiun Beni Suef (بني سويف ). Kereta ern ST terus melaju dan aku sempat juga melihat kami melewati perkampungan Kafr Ammar dan Badr Syein.
Aku menyaksikan denyut kehidupan pagi masyarakat di pedesaan. Pemandangan umum yang aku saksikan adalah kerumunan orang untuk membeli ‘eisy (roti berbentuk bundar) untuk sarapan mereka.  Saya menyaksikan ada yang berjualan di toko seperti kita, ada yang menjajakan dagangannya dengan naik himar (keledai) dan ada yang juga menjajakan barangnya dengan disimpan di atas kepalanya.
Pukul 08.15 alhamdulillah kami sudah tiba di Stasiun Giza dan disambut oleh tim panitia Mesir yang terdiri dari Bapak Saifudin dan Pak Ramli.
Kunjungan budaya Aswan- Luxor memberikan kesimpulan bahwa semua peninggalan masa pemerintahan Firaun berada di sepanjang sungai nil yang dimulai dari Abu Simbel yang berada sangat dekat dengan perbatasan negara Sudan. Termasuk juga Edfu temple, kuil Karnak, kuil Luxor, kuil Komombo, dua patung besar Memphis dan beberapa kuil lain yang semuanya berada di dua kawasan Luxor dan Aswan. Di wilayah Giza juga berdiri megah piramida-piramida yang pada waktu dulu juga dekat dengan sungai Nil sebelum dibangun bendungan besar nil Saddul ‘Ali.
Kesan lain yang cukup unik adalah sambutan orang Mesir terhadap kita sangat banyak. Setiap bertemu dan ngobrol dengan mereka, kesan mereka Indonesia adalah Negara muslim yang baik sehingga kami diperlakukan dengan sangat ramah. Sayangnya, wajah asia yang kami bawa cukup membingungkan mereka, sehingga jarang sekali tebakan pertama mereka benar?  Di antara pertaanyaan pertama mereka saat menyapa adalah: anda orang Malaysia, Thailand, atau China? Tapi setelah kita bilang kita dari Indonesia,  sambutan mereka sangat hangat. Entah karena ada maunya ‘menawarkan barang yang mereka jual’ atau pernyataan itu keluar dari lubuk hati mereka, tapi yang jelas kami sangat bahagia dengan sambutam mereka yang hangat tersebut.  Tapi ada seorang kawan karena nasionalismenya yang tinggi tidak jadi menawar barang karena agak tersinggung di anggap orang Malaysia, kok bukan Indonesia yang disebut. Kenapa Malaysia…dan kenapa Indonesia jarang disebut? Jawabannya perlu menjadi renungan kita bersama.  Yang jelas, Indonesia yang jumlah penduduknya sekitar 230 juta hanya memiliki mahasiswa sekitar 4000 orang di Mesir, sedangkan Malaysia dengan penduduknya yang sangat sedikit puunya mahasiswa sekitar 12.000. Perbandingan yang sulit untuk dijelaskan.
Selain itu, aku juga menyaksikan ekspresi kebahagian masyarakat sangat terasa setelah revolusi 25 Januari 2011. Mereka terang-terangan mengatakan kepada kami: “kami sekarang sudah bebas, kami sekarang sudah bebas.” Ungkapan yang menunjukkan betapa terkekangnya hidup mereka pada masa rezim Mubarak.
Total biaya yang kami keluarkan selama empat hari perjalanan termasuk transportasi kereta sleeping train, hotel terapung, makanan, dan biaya kunjungan adalah sekitar 350 dollar Amerika.  



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Living Qur'an Sunnah Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger