Home » » Agar Biduk Tidak Pecah

Agar Biduk Tidak Pecah

Written By mouzlim on Minggu, 01 September 2013 | 19.18

Agar Biduk Tidak Pecah
 

Bahtera rumah tangga memang banyak menyimpan misteri. Ia tak pernah henti-hentinya dibincangkan dari berbagai macam pendekatan.Dalam mengarungi samudera kehidupan, tidak jarang kita menemukan bahtera ini oleng diterpa oleh badai kehidupan yang bertiup kencang. Ada sebagian yang selamat, tapi cukup banyak yang akhirnya pecah sebelum sampai ke pulau idaman.
Pecahnya biduk pernikahan ini memang bisa dipicu dari berbagai macam faktor, diantaranya, rancangan pembuatan kapalnya tidak matang, bahan dasar yang tidak berkualitas, angin bertiup terlalu kencang, nakhoda yang tidak piawai, anak buah yang tidak taat, job kerja yang tidak jelas, atau tidak pernah melakukan evaluasi apakah kapalnya masih dalam keadaan prima atau sudah ada bagian yang harus diperbaiki supaya kerusakannya tidak menjalar kebagian yang lain.
Dalam makalah ini, kami ingin mengajak para peserta untuk mengkaji ulang khazanah Islam tentang seluk beluk kehidupan rumah tangga Rasulullah yang telah diabadikan dan ditulis dengan tinta emas oleh para sejarahwan muslim. Dr.Aisyah Abdurrahman mencatat  :….”Dalam rumah beliau terdapat kebahagiaan yang tidak akan dapat dicapai siapapun. Rumahnya indah, meski sangat sederhana. Ia lebih mengutamakan hidup dalam rumahnya sebagai orang yang zuhud. Beliau tidak pernah memaksakan sesuatu apapun terhadap isteri-isterinya Kehidupan keluarganya penuh vitalitas, cemerlang, tidak pernah mengenal kegersangan jiwa dan kehampaan cinta. Beliau selalu memberikan kebebasan kepada isterinya untuk mengatur dan mengembangkan kreasi mereka, dia selalu isi kehidupan rumah tangganya dengan kehangatan dan kebersamaan yang menyenangkan.” (Nabi Suami teladan, Nasy’at al Masri, Hal :25). 

Meskipun ungkapan di atas adalah benar, tidak berarti rumah tangga beliau tidak pernah mengalami riak. Beliau juga adalah seorang manusia yang merasa tenang dan gelisah karena sikap para isterinya, disibukkan dengan masalah anak-anaknya, mengalami duka derita seperti anak Adam lainnya, merasakan manisnya cinta dan pahit getirnya kehidupan. Dia juga mempunyai cita-cita, namun senang pada kehidupan zuhud dan sederhana, pernah merasa kuatir, merasa rindu dan kasih sayang.
Mengutip ungkapan dari Abu Hudzaifah yang mengatakan : “Banyak orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepadanya tentang kejelekan, khawatir akan terjadi dan menimpaku…  maka makalah ini akan menampilkan riak-riak rumah tangga Rasulullah, dan bagaimana beliau mengatasinya, mudah-mudahan menjadi cermin buat kehidupan kita pada hari ini.

1.      Bertahan dalam masa susah
Rasulullah dan Khadijah hidup dalam dua orde, orde pra risalah, dan orde awal kenabian yang merupakan masa-masa sulit perjuangan. Masa awal pernikahan, kehidupan beliau jalani dengan begitu indah. Muhammad bangga dan bersyukur atas kecerdasan, kecantikan wajah dan perangai isteri tercintanya. Sedangkan Khadijah penuh kasih sayang dan kelembutan, dan sangat bangga dengan suaminya. Wanita mulia itu banyak memberikan ketenangan dan ketentraman kepadanya, mendorong semua cita-cita dan optimis.
Buah perkawinan ini melahirkan dua orang putera dan empat puteri. Masing-masing Qasim dan Abdullah yang meninggal dunia pada waktu bayi, Ruqayyah, Zainab, Ummu Kultsum dan Fatimah.
Tetapi menjelang dan setelah Nabi menerima risalah dari Tuhannya, beliau banyak pergi meninggalkan keluarga, sering diintimidasi, dicaci, dihina, dilempar kotoran, dijalan dihalngi dengan duri, dan puncaknya blokade multi dimensi, tidak saja ekonomi, tetapi juga sosial, politik dan lainnya.
Sang isteri yang terbiasa hidup enak ini ternyata tidak luntur kesetiaannya di saat menghadapi masa-masa sulit kehidupan. Beliaulah yang membawa kesejukan kepada Nabi setelah mengalami berbagai perlakuan dari kaumnya .
Pengorbanan Syaidatina Khadijah terlihat dalam berbagai ragam kehidupannya, dan diakhiri dengan kepergiannya ke Su’ab Abi Thalib di Jabal Abi Qubais bersama Rasulullah, dimana keluarga Bani Hasyim dan Bani Mutthalib keluar dari Makkah, sesudah ada maklumat pengepungan dan perang dari kaum Quraisy. Mereka adakan persekongkolan dan perjanjian tertulis, akan melawan, memutuskan hubungan dan mengasingkan Muhammad beserta keluarganya dalam Syu;ab Abu Thalib. Naskah perjanjian itu dikenal dengan nama Shahifah al-Muqatha’ah, naskah pemutusan hubungan yang mereka tempelkan di dinding Ka’bah. Blokade ini berlangsung tiga tahun.
 Kemudian sesudah bertahan dengan tabah selama masa itu, Kahdijah dan Rasulullah kembali ke rumah mereka di Makkah. Khadijah kelihatan sangat letih sekali, wajahnya pucat dan tubuhnya kurus, karena dalam usia tuanya dia harus menghadapi berbagai tantangan, ancaman dan pengepungan berapa tahun lamanya. Beberapa hari setelah itu, ia sakit dan kembali dengan tenang menghadap sang Khaliq dihadapan Rasulullah SAW.

2.      Menghadapi Fitnah.
Isu tentang perselingkuhan Aisyah dengan sahabat Shafwan bin Mu’atthal sangat terkenal. Intinya adalah adanya suara sumbang tentang Aisyah di saat Aisyah dan Shafwan datang ke Madinah hanya berdua, karena tidak bisa mengejar rombongan yang lain. Shafwan adalah sahabat yang ditugaskan mengikuti pasukan dari belakang. Di saat melihat Aisyah yang tertiggal dari rombongan ia terperanjat, dan akhirnya mempersilahkan Aisyah untuk naik ke atas kudanya dengan dituntun oleh Shafwan. Shafwan mempercepat ontanya agar dapat menyusul rombongan, namun usahanya tidak berhasil, dan baru masuk Madinah di saat hari sudah siang.
Terdengar desas-desus orang yang menggunjingkan Aisyah : Kenapa Aisyah tertinggal dari pasukan dan pergi berdua dengan Shafwan, padahal Shafwan seorang laki-laki tampan yang masih muda belia ?
Aisyah sendiri tidak tahu isu ini beredar apalgi setelah beberapa hari tiba di Madinah, beliau jatuh sakit…
Aisyah dirawat di rumah ibunya lebih dari 20 hari sampai beliau sembuh..
Akhirnya berita tersebutpun sampai ke telinga Aisyah, disampaikan oleh seorang wanita dari kaum muhajirin. Setelah mendengarnya, hampir saja ia tidak sadarkan diri, karena fitnah  yang sangat besar itu. Ia pergi menemui ibunya untuk menegur kelalaian karena tidak memberitahukan berita itu kepadanya. Dengan suara yang tercekik di kerongkongan dia berkata : Semoga Allah mengampuni dosamu ibu, orang di luar menggunjingku, namun ibu tidak memberitahukan hal itu kepadaku.
Ia lantas teringat dengan sikap Rasulullah yang mendadak berubah, agak dingin kepadanya, tidak suka bercanda seperti biasanya, dan kalau didekati, beliau bagai orang yang kehabisan kata-kata. Namun Aisyah juga tidak tahu apa yang harus dilakukan..
Rasulullahpun tidak kalah gelisah dan bingungnya seperti Aisyah, beliau merasa sangat terganggu dengan gunjungan terhadap isterinya. Akhirnya ia terpaksa mengundang beberapa sahabat pilihan untuk meminta pendapat mereka. Beliau pergi memanggil Ali dan Usamah bin Zaid, dan meminta pendapat mereka. Setelah itu beliau pergi menemui isterinya dirumah orang tuanya…Kalrifikasi informasi terus dilakukan sampai turun wahyu kepada Nabi tentang pembebasan Aisyah dari fitnah.
Ada beberapa hal yang dapat kita ambil dari peristiwa tersebut :
a.       Agar kita selalu mawas diri dalam menghadapi hal yang meragukan, terutama dalam hal yang menyangkut nama baik seseorang dan menyangkut keutuhan rumah tangga.
b.      Untuk suami jangan mengungkapkan keraguannya hanya karena mendengar cerita orang, agar tidak menambah keruh permasalahan.
c.       Ketika membicarakan hal yang meragukan, hendaklah dengan kelembutan dan sikap hati-hati, jauh dari emosi dan sikap memojokkan si tertuduh.
d.      Sebaiknya memberitahukan masalah itu kepada isteri setelah beberapa waktu, agar tidak termakan oleh emosi yang akan mengganggu isteri, dan menghindari gambaran yang tidak pada tempatnya.

Haruskah dengan marah ?

Marah adalah pangkal bencana. Oleh sebab itu, berfikirlah yang matang sebelum kemarahan itu keluar. Kehidupan suami isteri itu suatu saat pasti akan ada angin badai atau masalah-masalah lainnya. Nabi SAW pernah menghadapi berbagai tuntutan dan godaan dari para isterinya, seperti tuntutan tambahan uang belanja setelah para isteri beliau melihat kaum muslimin sudah mulai merasakan kemakmuran. Nabi tidak setuju merubah pola hidup bersahajanya dengan kehidupan borju, dan memilih untuk mengalirkan harta yang dimilikinya untuk bersedekah. Rasulullah saw tidak senang melihat gelagat para isterinya tersebut, dan beliau memilih menyepi dari para isteri dan sahabatnya untuk pembelajaran.
Rasulullah sendiri sebenarnya tahu bahwa tuntuan itu adalah keinginan alami para isteri. Sehingga beliau tidak setuju dengan tindakan Abu Bakar yang ingin campur tangan akan memukul puterinya Aisyah, karena turut melakukan aksi tuntutan, begitu juga Umar yang akan memukul Hafshah.
Beliau tahu bahwa apa yang diinginkan isterinya itu adalah masalah perasaan dan kecenderunga manusiawi, yang senantiasa pasang surut, yang tidak dapat dipadamkan dengan kekerasan atau ditekan dengan tangan besi. Beliau membiarkan masalah itu sampai turun ayat : “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu : Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah aku berikan kepadamu. Aku akan memberikan apa yang kamu minta dan akan menceraikanmu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhaan Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara kamu pahala yang besar”. (Al Ahzab :28-29)
Ternyata semua isterinya, tanpa tekanan dan paksaan, telah memilih Allah dan RasulNya..
 Begitulah… setiap problem beliau hadapi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, dan akhirnya beliau berhasil sebagai pemenang. Dalam menghadapi kemelut rumah tangganya, acapkali beliau atasi seorang diri dengan modal “bersabar dalam menghadapi kemarahan”. Sesungguhnya kebakaran dapat terjadi hanya disebabkan oleh sebatang korek api yang kecil.

Mengungkapkan sesuatu yang tidak disukai…

Ketika Nabi hendak melamar Ummu Salamah dan mengungkapkan maksudnya, Ummu Salamah berkata :” Ya Rasulullah ! Siapa yang tidak senang dengan orang seperti Anda, tetapi aku adalah seorang wanita yang memiliki sifat cemburu tingkat tinggi, aku khawatir Anda melihat sesuatu yang seharusnya tidak layakdariku,  sehingga Allah mengazabku. Disamping itu, aku ini sudah tua dan memiliki tanggungan. Rasulullah SAW menjawab : Apa yang engkau khawatirkan tentang sifat cemburu yang berlebihan, mudah-mudahan Allah akan menghapuskannya. Sedangkan masalah usia, Aku juga sudah senja sebagaimana yang engkau alami. Adapun masalah tanggungan, maka tanggunganmu adalah tanggunganku.

Dalam cerita lain, Syuraih al Qadhi, seorang ulama terkemuka telah meminang seorang budak perempuan dari Suku Tamim. Pesta pernikahan dirayakan begitu meriah. Setelah pesta pernikahan berakhir dan para tamu sudah mulai meninggalkan rumah pengantin, maka Syuraih pun mendekati isterinya. Isterinta berkata : Kakanda , aku ini wanita yang belum mengenali dirimu secara mendalam. Oleh karena itu, terangkan kepadaku apa-apa yang engkau sukai, Insya Allah akan aku laksanakan, dan apa-apa yang engkau benci,Insya Allah akan aku hindari…Syuraih menjawab : Wahai dindaku…! Sungguh engkau telah mengucapkan kata-kata manis dan tepat kepadaku. Sebenarnya memang ada beberapa hal yang aku sukai dan tidak aku sukai. Insya Allah kita akan selalu berdua selamanya hingga kakek nenek. Jika ada hal yang baik dariku, maka katakanlah kepadaku. Dan sebaliknya, jika ada hal yang buruk, maka rahasiakanlah…!
 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Living Qur'an Sunnah Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger