Home » , » Resensi Buku 7 Islamic Daily Habits dari Jannahtees.wordpress.com

Resensi Buku 7 Islamic Daily Habits dari Jannahtees.wordpress.com

Written By mouzlim on Selasa, 12 Agustus 2014 | 20.28




Inilah 7 kebiasaan yang berangkat dari kalam Allah. Setiap kali engkau lupa dalam membentuk kebiasaan baru ini, engkau tak perlu bersusah-susah. Cukup ingat satu kata kunci saja: Al-Fâtihah!


Jika engkau suka menghukum buku berdasarkan sampulnya, tentu yang ada di benakmu saat membaca judul buku ini adalah: imitasi karya Covey. Dan, saya berani pastikan untukmu, bahwa engkau salah.
Cara berpikir judging book by its cover tentu akan berujung pada: buku mana yang naik cetak lebih dulu; dan, buku yang datang belakangan adalah tiruan dari buku sebelumnya. Saya pikir, tak ada jaminan buku yang dicetak lebih dulu memiliki ide yang lebih otentik. Di samping itu, bicara otentisitas ide tak pernah ada ujungnya. Terlepas dari siapa yang memulai ide, “Bad artists,” kata Picasso, “copy; good artists steal”.
Setelah membaca dua buku berjudul awal sama, yang pertama “The 7 Habits of Highly Effective People [7HHEP]” (terbit 1993) karya Stephen Covey, dan kedua yang baru beberapa pekan lalu saya terima hand-delivered dari penulisnya, “The 7 Islamic Daily Habits [7IDH]” (terbit 2008) oleh DR. Harjani Hefni; saya bisa menyimpulkan bahwa buku ini tidak ada kemiripan dari segi isi kecuali satu hal: kedua buku ini –secara langsung ataupun tidak—tidak menuntut pembacanya untuk merampungkan buku secepat mungkin, melainkan untuk melaksanakan pesan-pesan yang dibawa buku tersebut.
Pada bagian How to Use This Book, Covey menulis secara spesifik mengenai hal ini, “First, I would recommend that you not “see” this material as a book, in the sense that it is something to read once and put on a shelf. You may choose to read it completely through once for a sense of the whole. But the material is designed to be a companion in the continual process of change and growth.”
Begitu juga dalam Mukaddimah buku 7IDH, penulis menyebutkan, “Selaku seorang muslim, saya sangat meyakini bahwa firman Allah SWT adalah sumber berpijak yang paling kokoh dalam merumuskan ide-ide besar buat perbaikan nurani manusia.” Dan, buku Harjani adalah karya yang totalitas berangkat dari semangat firman Allah yang terangkum dalam Surat Al Fatihah.
Selain dari tuntutan untuk menjadikan buku ini menjadi—sebagaimana judulnya yang mengambil kata—habit (kebiasaan), dua buku ini memiliki selisih perbedaan yang jauh. Perbedaan itu terbaca bahkan dari paradigma berpikir setiap penulisnya. Ketimbang berbicara masalah kopi-mengopi yang tak bisa dibuktikan, saya lebih cenderung melihat kedua buku ini sebagai perbandingan.
Memang, dari sisi materi, sekilas, pada dua buku ini terdapat beberapa ‘kesamaan’. Seperti habit ke-2 dalam 7HHEP, begin with the end of mind(merujuk pada tujuan akhir); habit ke-4 dalam 7IDH disebutkan hal yang sama. Hanya saja, Covey memberikan defenisi end of mind-nya dengan kematian dan Harjani mengatakan bahwa akhir dari end yang sesungguhnya bukanlah kematian, melainkan akhirat. Namun, sekali lagi, justru dari kemiripan ini kita bisa membedakan bahwa kedua penulis berangkat dari paradigma yang jauh berbeda. Sebab, menurut Prof. DR. Juni Pranoto, pakar mindset Indonesia, seluruh buku-buku motivasi tak terlepas dari 7 ayat yang disebutkan dalam Surat Al Fatihah ini.
Inilah yang kemudian membuat saya sangat tertarik dengan 7IDH.

The 7 Islamic Daily Habits merupakan 7 kebiasaan yang diambil dari 7 ayat dalam Surat Al Fatihah. Buku ini berangkat dari keprihatinan penulis terhadap fakta bahwa Al Fatihah selalu dibaca oleh umat Islam, namun tak berbekas. Dalam teori komunikasi, hal yang selalu diulang-ulang biasanya dengan mudah menjadi kebiasaan (habit), namun, untuk Al Fatihah, kebanyakan kita hanya membacanya di lidah tanpa meninggalkan pengaruh sama sekali—apalagi menjadi kebiasaan. Atau yang lebih disayangkan, Al Fatihah lebih sering dibacakan untuk orang mati sementara surat ini Allah turunkan untuk orang hidup.
Disebabkan oleh fenomena ini, dengan semangat membumikan Al Fatihah, mengajak umat Islam  untuk memahami Al Fatihah tidak sebatas bacaan melainkan aplikasi yang bisa langsung dipraktekkan, penulis menyusun buku ini.
Dalil mengenai keutamaan Al Fatihah tidak satu-dua disebutkan oleh Rasulullah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Allah tidak pernah menurunkan di dalam Taurat maupun Inil seperti Ummul Quran. Ia adalah tujuh ayat yang berulang (assab’ul matsani), ia terbagi dua, antara Allah dengan hamba-Nya, dan bagi hamba-Nya tergantung apa yang dia minta.”
Sebuah penelitian pernah membuktikan bahwa Surat Al Fatihah merupakan satu-satunya surat yang tak pernah terhenti diperdengarkan di planet ini. 17 kali (sesuai jumlah rakaat shalat) sehari semalam. Dan, untuk setiap waktu, akan selalu didapati umat Islam yang melakukan shalat. Jika di sini shalat sudah rampung dilaksanakan, maka di tempat lain dengan zona waktu berbeda, shalat mungkin saja tengah didirikan. Maka, Al Fatihah tak pernah terputus dilafadzkan umat manusia sejak pertama turunnya ayat ini sampai detik engkau membaca resensi ini.
Tujuh ayat dalam Al Fatihah inilah yang menjadi 7 model kebiasaan yang harus dididik muslim dari dini.
Kebiasaan pertamaBismillâhirrahmânirrahîm: Bismillah setiap memulai perkerjaan.
Memulai setiap pekerjaan dengan bismillah merupakan kunci kebiasaan pertama. Dengan logika sederhana, kita bisa menjamin, mereka yang selalu memulai pekerjaan dengan bismillah tak akan pernah melakukan perbuatan buruk. Muslim mana yang mau membaca bismillah sebelum korupsi, mencuri, mengkonsumsi ganja, minum alcohol, berzina, nonton porno, pacaran atau nembak cewek? Maka, dengan komitmen membaca bismillah setiap awal kerja mampu menjadi perisai pertama menjauhi dosa.
Kebiasaan keduaAlhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamîn: Bersyukur atas segala nikmat.
“Menakjubkan sekali perkara orang mukmin itu,” ucap Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, “bahwa perkara mereka seluruhnya adalah baik. Hal ini tak akan dimiliki siapapun kecuali orang mukmin. Jika kebaikan mendatangi, mereka bersyukur; hal tersebut baik buat mereka. Dan jika keburukan menghampiri, mereka bersabar; itupun baik buat mereka.”
Mindset ini, bagi saya, jauh lebih dalam ketimbang think win win-nya Covey. Untuk berbahagia tentunya menuntut alasan yang kuat dan logis. Agaknya, hanya mereka yang beriman saja yang memiliki alasan berpikiran sebenar-benar think win win, sebab, mereka percaya pada setiap kebaikan bahkan keburukan, selalu ada peluang menang (win).
Kebiasaan ketigaArrahmânir Rahîm: Berfikir positif terhadap Allah SWT.
Seorang yang mengimani Allah sebagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang tak akan berpikiran negatif juga pesimis. Meyakini ayat ini secara benar akan membawa kita untuk tetap optimis. Pada bab ini, penulis memberikan 6 tips berpikiran positif yang mampu membawa kita menjadi pribadi proactive, yaitu:
  1. Latih diri membaca kasih sayang Allah di sekitar kita.
  2. Tata jiwa menghadapi kehilangan atau kepergian seseorang.
  3. Tanamkan keyakinan bahwa dalam kesulitan ada kemudahan.
  4. Hilangkan penyakit-penyakit mental yang menghambat kemajuan.
  5. Baca kelebihan yang ada pada diri.
  6. Jangan ragu; bertawakkallah kepada Allah.
Kebiasaan keempatMâliki yaumid dîn: Berorientasi akhirat.
Bagi saya, inilah kebiasaan begin with the end of mind yang sesungguhnya. Hal apa lagi yang bisa menjadi lebih akhir ketimbang akhirat? Berorientasi akhirat memberikan kita kesadaran tentang terbatasnya hidup, temporalnya dunia, menjauhi panjang angan-angan, memperbanyak ingat kematian, mengoptimalkan usia muda, memanfaatkan waktu sehat dan senggang, memperhatikan kondisi iman, teliti terhadap rejeki, giat menggali ilmu, mewaspadai dosa dan fokus kepada satu dari dua pilihan saja: surga atau neraka.
Kebiasaan kelimaIyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în: Beribadah dan berdoa.
Ibadah dan doa merupakan jalan terbaik yang membawa kebahagiaan. Kebahagiaan, sebagaimana telah jamak diketahui, tidak terletak pada materi, namun di hati. Dan, Allah-lah yang membolak-balikkan hati manusia. Maka, memperbanyak mengingatnya benar-benar menangkan hati.
Kebiasaan keenamIhdinas shirâthal mustaqîm: Konsisten dalam komitmen.
Meminta hidayah membawa konsekwensi untuk menjaganya juga. Bab ini memberikan beberapa kiat merawat hidayah: [1] Meluruskan akidah, [2] Interaksi dengan Quran dan perbanyak dzikir, [3] meningkatkan mutu ibadah, [4] sinergi dengan dakwah, tarbiyah, kisah perjuangan para Nabi dan meminta nasihat orang shaleh; [5] memiliki lingkungan yang baik, [6] ber-Islam yang wasath(pertengahan) dan [7] mengenali segala penyakit yang merusak hidayah. Pada akhirnya, mereka yang terbiasa merawat hidayah akan terbiasa pula untuk konsisten dalam setiap komitmen.
Kebiasaan ketujuhShirâthal ladzîna an’amta ‘alaihim ghairil maghdûbi ‘alaihim wald dhâllin: Bercermin.
Kebiasaan ini mengajak kita mengaca kepada sejarah yang bisa dikelompokkan kepada dua tipe umat manusia: mereka yang menjadi tokoh panutan (alladzîna an’amta alaihim) dan mereka yang harus dihindari (maghdûb ‘alaihim wa dhâllîn).

Inilah tujuh kebiasaan unggul yang mampu membawa kita lebih dari sekedarhighly effective people. Jika kita membaca untuk tidak sekedar tahu, namun juga menjadikan panduan, saya rekomendasikan 7 Islamic Daily Habits ini ketimbang 7 Habits. Alasannya sederhana, jika 7HHEP berangkat dari fakta sosial yang terjadi belasan tahun lalu, maka 7IDH berangkat dari bukti empiris belasan abad silam. Selain itu, 7HHEP menggunakan pola induksi (istiqrâ`) dengan mengumpulkan fakta yang terjadi untuk merumuskan teori. Konsekuensinya, jika fakta berganti, tidak mustahil teori juga berganti. Sementara 7IDH berangkat dari firman Allah yang tidak ada yang lebih benar dari Dia.
Disamping itu, mengingat target buku ini untuk membentuk kebiasaan. Sebagai muslim, kita harus benar-benar selektif dalam memilih. Sebab, kerjaan yang paling merugi adalah, mereka yang berusaha pada hal yang sejatinya salah, namun merasa telah berbuat kebaikan. Diantara opsi pilihan, saya menawarkan buku ini untuk dibaca. Buku ini tidak saja memiliki bahasa yang sederhana dan bisa diterima siapa saja, melainkan juga penyampaiannya lebih dekat ke praktik ketimbang teori.
Inilah 7 kebiasaan yang berangkat dari kalam Allah. Setiap kali engkau lupa dalam membentuk kebiasaan baru ini, engkau tak perlu bersusah-susah. Cukup ingat satu kata kunci saja: Al-Fâtihah!
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Living Qur'an Sunnah Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger