URGENSI WAKTU DAN MUHASABAH
Ulama dan Waktu
Para salafus soleh meninggalkan banyak pelajaran berharga
dalam menghargai waktu. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (223H-310H) sepanjang
hidupnya tercatat telah mengumpulkan 358 ribu halaman dari berbagai
karangannya. Jika kita perkirakan masa kanak-kanak beliau sebelum baligh 14
tahun, maka dapat disimpulkan beliau menulis 14 halaman setiap harinya. Begitu
perhatiannya beliau dengan waktu, sampai-sampai ketika + sejam sebelum
kematiannya beliau masih menyempatkan diri menulis suatu do`a yang baru ia
dengar dari Ja`far bin Muhammad. Begitu pula dengan Imam Ibnu al-Qayyim yang
tidak rela kehilangan waktunya karena safar (suatu perjalanan), sehingga selama
safarnya beliau mengisinya dengan menulis sehingga menghasilkan karya Zaadul
Ma`aad. Imam Nawawi yang tidur dengan bersandarkan sebuah buku yang
ditegakkan pada dagunya, begitu buku itu terjatuh maka beliau terjaga dan
kembali menggoreskan tintanya. Majduddin Abu al-Barakat `Abdussalam, kakek
dari Imam Ibnu Taimiyah, tiap kali masuk
ke kakus, beliau memerintahkan anaknya (orang tua Imam Ibnu Taimiyah) untuk
membacakan suatu kitab dengan suara keras, hingga terdengar olehnya. Tak aneh
jika sikap sang kakek ini tertular kepada cucunya. Suatu ketika Imam Ibnu
Taimiyah jatuh sakit, dokter menyarankan agar beliau untuk sementara waktu
menghentikan dulu kegiatan belajar mengajarnya karena hal itu dikhawatirkan
dapat memperparah kondisinya. Berkata Imam Ibnu Taimiyah kepada dokternya,
"bukankah jika jiwa yang bahagia dan gembira dapat memperkuat daya tahan
tubuh", sang dokter membenarkannya. "Maka sesungguhnya jiwaku merasa
tenang jika berinteraksi dengan ilmu, dan tubuhku terasa kuat dan hanya dengan
itu saya dapat beristirahat."
Optimalkan Amal
Waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur
manusia merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta'ala Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di
alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah
(lillah) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika
waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat
hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. Al-Hasan al-Bashri
berkata,
يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ
!، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ
“Wahai
Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika
hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”
Ibnu
Mas`ud Radhiyallahu 'Anhu (salah
seorang sahabat besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa sallam) berkata:
مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِي عَلَى
يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ، نَقَصَ فِيْهِ أجَلِي، وَلَمْ يَزِد فِيْهِ عَمَلِي
"Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari
telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun
amalanku."
Berkata Khalifah Umar bin
Abdul Aziz Rahimahullah,
إنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلاَنِ
فِيْكَ، فَاعْمَلْ فِيْهِمَا
"Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam
dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu."
Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan
pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan
pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkankan
hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga
lusanya. Jangan katakan, "Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan
kukerjakan." Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai
umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan,
tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia
peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi wa sallam:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا
عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ
عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ
وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
)
Tidak akan bergeser kedua kaki
manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang:
- tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
- tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ?
- tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan
untuk apa ia belanjakan ?
- tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?
(HR. At-Tirmidzi)
Firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala :
وَالْعَصْرِ
. إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ . سورة العصر
Demi masa. (QS. 103:1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
(QS. 103:3)
Sungguh terbukti kebenaran ucapan Imam
Syafi`i mengenai firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala :
لَوْ لَمْ يُنْزَلْ غَيْر هَذِهِ السُّوْرَةُ
لَكَفَتِ النَّاس
Bahwa seandainya (al-Qur`an)
tidak diturunkan kecuali (hanya) surat (al-Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup
memadai bagi manusia sekalian.
Semoga Allah Subhanahu wa
Ta'ala memberikan taufik, hidayah dan keberkahan-Nya dalam hidup dan
umur kita. Amiin.
Posting Komentar