Profil



MEMBANGUN SDM BERKARAKTER UNGGUL
DENGAN PELATIHAN THE 7 ISLAMIC DAILY HABITS
Oleh: Dr.Harjani Hefni, Lc, MA[1]

Mukaddimah
Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang sangat banyak sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Para pakar sepakat bahwa SDM berkualitas tidak hanya diukur oleh kemampuan skill tetapi sangat ditentukan oleh karakternya.
Hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat disimpulkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Soft skills merujuk kepada kecemerlangan individu dalam beberapa aspek seperti sikap dan personaliti, kemahiran berbahasa (berkomunikasi), sikap bersopan-santun, memiliki pergaulan yang luas serta bersikap optimis.[2] Soft skill dalam definisi di atas adalah identik dengan karakter.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter sebenarnya bukanlah hal yang asing untuk bangsa Indonesia yang religious ini. Dalam Falsafah Negara kita pendidikan karakter tertuang dalam seluruh sila dalam Pancasila, tertuang dalam lagu kebangsaan   dengan istilah ‘bangunlah jiwanya’, dan secara gamblang dituangkan dalam UU Pendidikan Nasional.UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tersebut disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan dan training memiliki peran yang sangat penting. Bahkan saya berpendapat bahwa pendidikan karakter hukumnya wajib fauri, kewajiban yang segera harus dilaksanakan oleh pemerintah dan semua pihak yang peduli terhadap SDM
           
Mengapa Pendidikan Karakter Hukumnya Wajib Fauri?
Bergerak dan bekerja adalah salah satu sifat dasar yang dititipkan Allah kepada setiap manusia. Kecenderungan mencintai kerja dan tidak senang menjadi pengangguran membuat hidup manusia dinamis. Kehidupan ini terasa kian dinamis karena Allah memberikan kepada masing-masing manusia bakat dan minat yang sangat bervariasi, yang masing-masing bakat dan minat tersebut saling terkait dan saling membutuhkan.
            Selain faktor bawaan yang cinta kerja, manusia juga terdorong untuk bekerja karena faktor pemenuhan kebutuhan fisik maupun mentalnya. Kebutuhan fisik sangat bervariasi, tetapi secara umum dapat dikategorikan dalam kebutuhan dasar, sekunder, maupun mewah, baik untuk dirinya sendiri maupun buat keluarganya. Kebutuhan mental artinya manusia merasa menjadi manusia kalau dia memiliki pekerjaan dan penghasilan. Salah satu pertanyaan mendasar saat berkenalan dengan kawan baru  adalah kerja apa dan di mana kita. Begitu juga saat kita diminta menulis isian profil pribadi, salah satu poin yang selalu disediakan adalah kolom pekerjaan. Secara mental manusia sangat tertekan kalau tidak memiliki pekerjaan.  Karena tuntutan kebutuhan tersebut  manusia bekerja siang malam di berbagai sektor sesuai dengan bakat, minat, serta peluang dan kesempatan  yang ada.
            Namun satu hal yang kita sadari bersama, syetan tidak pernah istirahat mempelajari kecenderungan potensi menyimpang manusia. Tidak heran kalau kita dapati  semua sektor pekerjaan hampir tidak luput dari jebakan dan perangkap syetan.  Syetan pegawai pemerintahan adalah penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi. Syetan swasta adalah kolusi dalam tender proyek. Syetan LSM adalah mengorek kesalahan pihak lain bukan untuk memperbaiki kinerjanya tetapi untuk memerasnya dan berujung kepada uud (ujung-ujungnya duit), syetan jaksa adalah memeras, syetan ulama adalah tidak ikhlas dan menjadi stempel pihak tertentu, dan seterusnya. Kecenderungan menyimpang ini sangat potensi untuk subur manakala imunitas nurani menipis, sistem mendukung, dan lingkungan kerja kondusif untuk melakukan tindakan itu.
            Apa jadinya jika penyimpangan ini sudah dianggap lumrah? Kalau itu terjadi… saya membayangkan manusia-manusia akan berubah menjadi syetan yang menyeramkan, dan orang baik tidak merasa betah lagi hidup di bumi Indonesia yang tercinta ini, atau menjadi larut dengan situasi yang ada. Para investor takut menanamkan modalnya, orang-orang baik merasa tidak nyaman untuk membuka usaha karena sejak awal sudah harus berurusan dengan uang haram, mahasiswa yang masih memiliki nurani tetapi tidak mampu secara ekonomi tidak berani mengajukan beasiswa karena harus tawar menawar dengan ‘sang penyalur beasiswa’, kompetisi mencari pekerjaan sudah tidak fair dan harus menyerahkan setoran dalam jumlah tertentu untuk memuluskan niatnya, para peneliti yang kebetulan mendapat nominasi masuk dalam proyek penelitian harus berhadapan dengan potongan dana penelitian, sebagian anggota DPR berubah menjadi predator, dan yang menjadi korbannya adalah departemen atau dinas yang berada di bawah naungan komisinya, dan seterusnya, dan seterusnya.
            Sementara anak-anak kita yang sedang menuntut ilmu diakhir pembelajarannya kadang-kadang dikotori oleh praktik haram dalam menjawab soal-soal ujian nasional, dan na’udzubillah, kadang-kadang bekerjasama dengan sebagian guru mereka, bahkan kadang-kadang dengan harus membayar tarif tertentu.
            Sebelum mimpi buruk ini terjadi, saya sebagai salah seorang anak bangsa   merasa memiliki beban moral untuk membiarkan kondisi ini. Saya masih sangat optimis, kapal Indonesia ini belum karam. Masih banyak putra-putri anak negeri ini yang memiliki idealisme kerja sesuai dengan perintah Allah. Mereka memang berserakan, tereliminasi oleh suatu sistem yang sudah menggurita, tetapi mereka adalah orang yang bersemangat untuk menjadi ruh baru yang mengalir di tubuh bangsa ini.
            Selaku seorang dai saya alhamdulillah memiliki kesempatan untuk bertemu dengan berbagai komunitas masyarakat, perusahaan dan instansi. Saya merasakan sikap idealisme sebagian masyarakat pekerja masih kelihatan secara mencolok. Dan ketika nurani paling dalam mereka disentuh, ternyata secara umum mereka mengakui penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan, dan ada keinginan yang kuat untuk berubah kearah kebaikan.

Kekuatan Al-Fatihah Membangun Karakter  
            Al Fatihah adalah Surat paling agung yang diturunkan Allah kepada manusia. Ia dinamakan al Fatihah (pembuka)[3], karena mushaf dibuka dengan surat ini dan setiap sholat dibuka dengannya. Ia adalah Ummul Kitab, Ummul Qur’an, dan Asas al Qur’an. Ummi (ibu) adalah penyebab awal kehidupan seseorang, dan dalam kondisi paling sulit, manusia  akan kembali kepada umminya.  Al Fatihah dinamakan Ummul Kitab dan Ummul Qur’an karena al Qur’an dimulai dengannya, dan dalam kondisi paling sulit, disaat semua teori manusia sudah kehilangan energinya,  manusia akan kembali kepada solusi al Qur’an, dan seluruh makna al Qur’an merujuk kepada tujuh ayat ini. Dan disaat semua orang sudah cuek dengan al Qur’an, al Fatihah insya Allah masih ada di hatinya.  Al Fatihah dinamakan juga As Sab’ul Matsani (tujuh yang berulang), karena surat ini selalu dibaca secara berulang minimal tujuh belas kali sehari semalam. Pengulangan seperti ini menyiratkan ada makna besar di balik surat ini.Tidak mungkin diulang sebanyak itu kalau kandungannya tidak banyak manfaatnya bagi yang membaca dan mengamalkannya.  Ia juga disebut Al Qur’an al Adzim. Istilah ini secara eksplisit menyebutkan keagungan surat ini, seolah-olah al Qur’an adalah al Fatihah itu sendiri. Karenanya, para ulama juga menamakan surat ini dengan al Kafiyah ( cukup ), karena semua muatan al Qur’an terkandung di dalamnya. Al Fatihah disebut juga asy Syifa’ (obat). Artinya, al Fatihah mengandung energi penyembuh penyakit yang diidap oleh masyarakat. Ia juga dinamakan ruqyah. Nama ini menyiratkan makna bahwa al Fatihah dapat menyembuhkan orang dari penyakit akibat gangguan jin dan makhluk halus. Al Fatihah juga dinamakan al kafiyah (sempurna), karena ia adalah satu kesatuan, tidak boleh membaca setengah surat al Fatihah di satu rakaat lalu dilanjutkan setengahnya lagi di rakaat kedua.  Al kafiyah menyiratkan makna bahwa al Fatihah adalah totalitas, tidak akan efektif  kekuatannya kalau hanya diambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Al Waqiyah adalah salah satu nama al Fatihah. Nama ini secara bahasa berarti pelindung, tetapi nama ini menyiratkan makna kekuatan dalam Surat ini. Yahya bin Abi Katsir yang menyebut al Fatihah dengan nama ini memahami bahwa al Fatihah mampu melindungi diri, keluarga, dan masyarakat dari berbagai hal yang tidak diinginkan. Al Fatihah juga dinamakan sholat, karena sholat dimulai dengan surat ini dan tidak sah sholat seseorang kalau tidak membaca surat ini. Penamaan ini mengandung arti bahwa jika salah satu pekerjaan penting bahkan terpenting seperti sholat tidak boleh mengabaikan al Fatihah, apalagi mengisi kehidupan dalam rentang yang cukup relatif panjang. Mengabaikan pemaknaan al Fatihah dalam mengisi kehidupan sebagian atau seluruhnya akan membuat hidup kita tidak berkualitas,  keberadaan kita di muka bumi ini tidak sah dan ilegal.
            Rasulullah memahami benar kehebatan al Fatihah. Karenanya, beliau sangat antusias mengajarkannya kepada para sahabat. Keseriusan Nabi mengajarkan al Fatihah tampak dari rentang waktu beliau mensosialisasikan dan mengajarkan maknanya. Meskipun Surat ini diturunkan di Mekkah, tetapi beliau tetap mengingatkan makna keagungan Surat ini  hingga periode Madinah. Di antara hadits-hadits yang menjelaskan antusiasme Rasulullah mengajarkan Surat ini adalah hadits-hadits berikut :
1- عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ كُنْتُ أُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي فَقَالَ أَلَمْ يَقُلْ اللَّهُ اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ثُمَّ قَالَ لِي لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ الْمَسْجِدِ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ قُلْتُ لَهُ أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ (البخاري)
Dari Abu Sa’id bin al Mu’alla berkata : Aku tengah sholat di masjid, lalu Rasulullah SAW memanggilku, dan akupun tidak menjawab panggilan beliau. Aku berkata : Ya Rasulullah, tadi aku sedang sholat. Beliau berkata : Bukankah Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. Kemudian beliau berkata kepadaku : “aku sungguh akan mengajarkan kepadamu suatu surat yang paling agung dalam al Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid”. Kemudian beliau memegang tanganku. Ketika beliau ingin keluar,  aku berkata kerpadanya : bukankah Engkau berkata akan mengajarkan kepadaku suatu surat yang paling agung dalam al Qur’an? Beliau berkata : “alhamdulillah Robbil ‘Alamin”, ia adalah tujuh ayat yang berulang dan al Qur’an yang agung yang dianugerahkan kepadaku. [4]

2- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ مِثْلَ أُمِّ الْقُرْآنِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَهِيَ مَقْسُومَةٌ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ   (الترمذي)

Dari Abu Hurairah dari Ubay bin Ka’ab berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak pernah menurunkan di dalam Taurat maupun di dalam Injil seperti Ummil Qur’an. Ia adalah tujuh ayat yang berulang, ia terbagi dua, antara Allah dengan hamba-Nya, dan bagi hamba-Nya tergantung apa yag dia minta.[5]

3- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَ يَا أُبَيُّ فَالْتَفَتَ فَلَمْ يُجِبْهُ ثُمَّ صَلَّى أُبَيٌّ فَخَفَّفَ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيْ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَعَلَيْكَ قَالَ مَا مَنَعَكَ أَيْ أُبَيُّ إِذْ دَعَوْتُكَ أَنْ تُجِيبَنِي قَالَ أَيْ رَسُولَ اللَّهِ كُنْتُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَسْتَ تَجِدُ فِيمَا أَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ أَنْ اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ قَالَ قَالَ بَلَى أَيْ رَسُولَ اللَّهِ لَا أَعُودُ قَالَ أَتُحِبُّ أَنْ أُعَلِّمَكَ سُورَةً لَمْ تَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا قَالَ قُلْتُ نَعَمْ أَيْ رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ لَا تَخْرُجَ مِنْ هَذَا الْبَابِ حَتَّى تَعْلَمَهَا قَالَ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي يُحَدِّثُنِي وَأَنَا أَتَبَطَّأُ مَخَافَةَ أَنْ يَبْلُغَ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ الْحَدِيثَ فَلَمَّا أَنْ دَنَوْنَا مِنْ الْبَابِ قُلْتُ أَيْ رَسُولَ اللَّهِ مَا السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي قَالَ فَكَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ أُمَّ الْقُرْآنِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلَهَا وَإِنَّهَا لَلسَّبْعُ مِنْ الْمَثَانِي (أحمد)

Dari Abu Hurairah berkata , Rasulullah SAW menemui Ubay bin Ka’ab yang sedang sholat. Beliau berkata : Ya Ubai ! Ubaypun menoleh tetapi tidak menjawab. Kemudian dia lanjutkan sholat dengan agak tergesa-gesa. Kemudian beliaupun berpaling dari sholat dan menuju Rasulullah saw dan berkata : Assalamu’alaika ya Rasulullah. Beliau menjawab : wa’alaika. Beliau berkata : apa yang menghalangimu untuk memenuhi panggilanku Ya Ubay ? Aku berkata : aku sedang sholat. Beliau bersabda : apakah kamu tidak menemukan ayat yang diwahyukan kepadaku :” “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. Aku menjawab, benar wahai Rasulullah, aku tidak akan mengulanginya. Beliau bersabda  : “maukah aku ajarkan kepadamu suatu surat yang tidak pernah turun di dalam Taurat, Injil, Zabur maupun al Qur’an sepertinya ?” Aku menjawab, mau Ya Rasulullah. Beliau bersabda : “Aku berharap sebelum keluar dari pintu ini kamu sudah mengetahuinya. Ubay berkata, Rasulullahpun memegang tanganku sambil berbincang denganku. Akupun memperlambat jalanku khawatir beliau tiba di pintu dan pembicaraan belum selesai. Ketika kami sudah mendekati pintu, aku berkata : Ya Rasulullah, surat apakah yang Engkau janjikan kepadaku ? Rasulullah bersabda : apa yang kamu baca saat sholat ? Ubay berkata : aku membaca Ummul Qur’an. Rasulullah bersabda : Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan di dalam Taurat, Injil, Zabur maupun al Qur’an sepertinya. Dia adalah tujuh ayat yang berulang.[6]

            Hadits-hadits di atas jelas sekali menggambarkan kepada kita bahwa Rasulullah SAW bukan mengajarkan surat baru kepada sahabatnya, karena memang surat ini sudah lama diturunkan dan para sahabat semua sudah menghafalnya,  tetapi hadits-hadits di atas menggambarkan tentang kesungguhan Nabi menumbuhkan pemahaman kepada sahabat bahwa surat yang biasa mereka baca saat sholat itu mengandung kehebatan luar biasa. 
            Baik hadits-hadits Rasulullah maupun nama-nama surat ini menggelitik saya untuk lebih menelusuri makna al Fatihah dan menjadikannya ummi (rujukan) dan syifa’ (obat) buat bangsa kita yang tengah sakit. Saya sangat yakin, jika al Fatihah diperlakukan sebagai ummi dan syifa, ibu pertiwi yang sedang lara ini secara perlahan tapi pasti akan kembali membersitkan wajah gembiranya.
            Kehebatan surah ini menginspirasi saya untuk menulis sebuah buku yang saya namakan ‘The 7 Islamic Daily Habits’. Judul ini terinspirasi dari firman Allah: “Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Alquran yang agung.” (QS. Al-Hijr: 87). Istilah sab’an min al-matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) inilah yang memantapkan saya untuk memilih judul ini, karena pengulangan dalam jumlah yang banyak dan dilakukan secara rutin akan melahirkan habits yang kokoh.
            The 7 Islamic Daily Habits yang dituangkan dalam B5KB  model ini saya tulis dan saya kembangkan menjadi pelatihan dengan tujuan untuk memberikan setetes kontribusi buat perbaikan bangsa yang saya cintai ini. Saya terinspirasi merumuskan prinsip-prinsip ini dari firman Allah dalam Surah Al Fatihah. Selaku seorang muslim, saya sangat meyakini bahwa Firman Allah adalah sumber berpijak yang paling kokoh dalam merumuskan ide-ide besar buat perbaikan nurani manusia. Karena intisari dari seluruh firman-Nya ada di dalam Surah Al Fatihah, maka saya memokuskan diri untuk mengambil prinsip-prinsip kerja dan hidup secara umum dari Surah ini. Keyakinan saya juga berdasarkan pesan-pesan khusus yang diajarkan Nabi Muhammad kepada para sahabatnya untuk memperhatikan secara seksama Surah ini. Karena pesan ini berasal dari seorang sosok pilihan dari Allah dan dinobatlkan secara aklamasi oleh semua kalangan sebagai manusia sukses paling spektakuler sepanjang sejarah, maka menggali rahasia dibalik pesan Beliau adalah pekerjaan yang sangat penting agar kesuksesan-kesuksesan yang Beliau raih selama hidupnya dapat kita warisi.
            Dari Surah ini, saya menarik tujuh prinsip dasar manusia hidup dan bekerja. Tujuh prinsip ini sekaligus menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia, yaitu Spiritual, Intelektual, dan Emosional. Ketujuh Prinsip itu adalah : Pertama, Bismillah dalam memulai setiap pekerjaan. Prinsip inilah yang diajarkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad sejak pertama kali menerima wahyu. Sejak saat itu juga, Nabi tidak pernah meninggalkan prinsip ini dalam setiap aktivitasnya. Bahkan beliau mengatakan bahwa  setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan Bismillah tidak akan sempurna. Orang yang memulai aktivitasnya dengan menyebut nama Allah insya Allah lebih mampu mengendalikan diri dibandingkan orang yang tidak menyebut nama-Nya. Kedua, Bersyukur atas segala nikmat yang diterima. Prinsip ini selalu dipegang teguh oleh Rasulullah sejak beliau menerima Risalah Islam. Prinsip syukur ini menjadikan Nabi Muhammad sangat dekat dengan Tuhannya ( أفلا أكون عبدا شكورا ), menghargai sesama (من لا يشكر الله لا يشكر الناس ), dan menikmati hidup laksana di Surga ( بيتي جنتي  ). Syukur membuat jiwa tenang dan kerja menjadi konsentrasi. Syukur juga mampu mendongkrak produktivitas manusia. Ketiga, Berfikir positif terhadap Allah dan berkasih sayang terhadap sesama. Sikap berfikir positif ini dicontohkan oleh Rasulullah kepada kita dalam kondisi tersulit sekalipun. Di saat masyarakat Thaif menolak kehadiran beliau dan dakwah yang beliau bawa, bahkan beliau dilempari batu, beliau masih mengedepankan pikiran positifnya terhadap mereka, dengan harapan akan lahir dari rahim-rahim masyarakat di situ yang akan menjadi pemimpin Islam di masa yang akan datang. Melakukan aktivitas dengan kacamata pikiran positif membuat Rasulullah mampu bertahan dengan prinsipnya dan selalu merasa berada di bawah lindungan-Nya.  Dalam konteks dunia kerja, berfikir positif terhadap Allah membuatnya semakin bersemangat meningkatkan kualitas dirinya, karena dia yakin Allah tidak akan mendzalimi hamba-Nya. Keempat, Berorientasi akhirat. Prinsip ini membuat kita sekali mendayung dua atau tiga pulau terlampaui, artinya energi yang kita keluarkan untuk dunia sekaligus bernilai akhirat. Tidak terjadi tumpang tindih dan tabrakan antara pekerjaan dunia dan akhirat. Mempraktekkan prinsip ini akan menjadikan kita orang yang kaya kredit poinnya di sisi Allah, dan menjadikan kita selalu merasa diingatkan tentang akhirat saat kita berniat melakukan penyimpangan. Kelima, Beribadah dan Berdoa. Allah berjanji akan mengabulkan harapan kita kalau kita mendahulukan ibadah, ketundukan dan loyalitas kepada-Nya. Mempraktekkan prinsip ini akan membuat hidup kita semakin optimis, karena Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.  Keenam, konsisten dalam komitmen. Sesuai dengan karakter hati yang gampang bolak-balik, maka banyak orang yang tidak mampu bertahan dalam prinsipnya. Menjaga konsistensi diri dalam komitmen kebaikan adalah pekerjaan sulit yang membuahkan hasil spektakuler. Ketujuh dan terakhir, bercermin. Orang yang tidak mau bercermin atau belajar dengan sekitarnya ibarat orang yang berjalan dengan menutup mata, dia asyik dengan dirinya dan tidak pernah tahu dengan dunia luar. Padahal, sekitar adalah kitab berharga yang banyak mengandung pelajaran.
            Untuk lebih memudahkan mengingat rumusan surat ini, saya membuat istilah B5KB. Istilah ini diambil dari urutan surat al Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat.   
Kalau Stephen R.Covey menulis seven habits berangkat dari kenyataan empiris, lalu merumuskannya ke dalam tujuh kebiasaan, dan buku ini menjadi rujukan masyarakat dunia, maka saya berangkat dari keyakinan akan kebenaran prinsip al Qur’an, lalu mencoba melabuhkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam jiwa-jiwa manusia. Kalau Covey yakin dengan prinsipnya karena ia berasal dari realitas empirik manusia yang ia teliti, maka saya sangat yakin bahwa tujuh prinsip yang dituangkan dalam istilah B5KB ini akan melampaui pengaruh Seven Habit-nya Covey dalam memasuki relung-relung jiwa, karena sumbernya berasal dari Allah Yang paling mengetahui seluk beluk jiwa manusia. Kalau ilmu yang diambil dari realitas manusia sangat tergantung dari kualitas manusia yang meneliti dan yang diteliti, maka ilmu yang bersumber dari Allah tidak terpengaruh dengan ruang dan waktu,  akan selalu  up to date sepanjang masa.
            Tema pelatihan 'The Seven Islamic Daily Habits' memang memiliki kemiripan dengan karya spektakuler Covey 'The Seven Habits of Highly Effective People'. Tapi saya berharap mudah-mudahan peserta tidak segera mengatakan bahwa tema ini adalah jiplakan. Saya sengaja memilih judul ini agar peserta dapat menjadikannya bahan perbandingan, terutama buat umat Islam yang setiap hari mengulang-ulang Surat al Fatihah.
Jika Rasulullah SAW begitu antusias menanamkan nilai-nilai yang terdapat di dalam Surat ini kepada para sahabatnya, saya hanya bercita-cita  ingin menjadi penyambung lidah Beliau yang berpesan agar menyampaikan setiap ayat yang kita ketahui. Jika tujuh prinsip berikut ini diamalkan oleh muslim, insyaallah ia akan meraih dua keunggulan : pertama, dicatat sebagai ibadah di sisi Allah dan kedua, meraih keunggulan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Tetapi karena tujuh prinsip ini adalah sunnatullah, maka siapapun yang mengamalkannya akan mendapatkan manfaatnya, karena ajaran Islam adalah ajaran untuk seluruh manusia.
 Saya yakin, jika tujuh prinsip ini  terinternalisasi secara baik di jiwa anak bangsa ini, kapal yang mulai oleng karena hantaman prahara moral secara perlahan akan kembali stabil, dan kapal bangsa ini akan berlayar kembali dengan tenang.              
           
The 7 Islamic Daily Habits Sebagai Pelatihan Pembentuk Karakter
            Alhamdulillah, buku The 7 Islamic Daily Habits yang menjadi bahan ajar pelatihan ini mendapatkan respon positif di tengah-tengah masyarakat. Sejak terbit perdana, bulan Maret 2008 hingga sekarang, buku ini sudah empat kali cetak ulang. Dan setiap kali diundang untuk bedah buku, saya selalu ditanya, kapan buku ini dijadikan pelatihan. Komentar dari sebagian orang yang saya minta masukannyapun mendukung ide pelatihan, karena menurut mereka, nilai-nilai yang ditulis dalam buku ini sulit untuk tertanam ke lubuk jiwa anak bangsa kalau buku ini hanya sekedar bacaan.
            Dengan berbagai masukan tersebut saya mulai merumuskan konsep pelatihan dan target-target yang hendak dicapai.

Target Capaian Pelatihan The 7 Islamic Daily Habits
Sebelum tujuh nilai disampaikan satu persatu, pelatihan didahului dengan penjelasan tentang ta’awwudz. Pengenalan ta’awwudz ini kami anggap penting karena: a) ta’awwudz disunnahkan untuk dibaca sebelum membaca Surah al-Fatihah; 2) ta’awwudz menyadarkan kita bahwa dalam upaya manusia untuk melakukan perbuatan yang baik selalu dihalangi oleh kekuatan syetan; 3) dengan kesadaran itu muncul tekad untuk memohon pertolongan Allah untuk membersihkan diri.4). dengan tekad itulah tujuh nilai utama surah al-Fatihah akan diterima oleh peserta dengan sepenuh hati.
Sedangkan target yang hendak dicapai dengan pelatihan ini adalah:
1.      Bismillahirrahmanirrahim: Integritas
a.       Merasakan kehadiran Allah
b.      Bersemangat melakukan kebaikan
c.       Takut melanggar aturan
d.      Memiliki ketajaman nurani
2.      Alhamdulillah Rabb al-‘Alamin: Kepuasan
a.       Bahagia dan senang dengan nikmat yang ada
b.      Mengapresiasi nikmat dengan cara mengungkapkan
c.       Menggunakan nikmat sesuai dengan amanah pemberi nikmat
d.      Mengembang nikmat yang ada
e.       Tahu diri dan ingin berbakti
f.       Berbagi dengan sesama
3.      Al-Rahman al-Rahiim: Kematangan Cara Pandang
a.       Memiliki cara pandang positif terhadap realitas kehidupan
b.      Merasa selalu diperhatikan Allah dalam setiap kondisi
c.       Tidak goyah menghadapi persoalan hidup
d.      Empati dengan sesama
4.      Maliki yaum al-diin: Visioner
a.       Menyadari bahwa hidup akan berakhir
b.      Meyakini bahwa segala perbuatan di dunia akan dipertanggungjawabkan
c.       Menumbuhkan kesadaran untuk berpacu dengan waktu dalam melakukan amal-amal positif
d.      Mengasah kemampuan untuk  menghubungkan amal hari ini dengan balasan akhirat.
e.       Mengasah keberanian untuk mengatakan ya atau tidak.
5.      Iyyaka Na’budu wa iyyaka nasta’in:  Produktif
a.       Memiliki  kemampuan membaca kecenderungan orientasi hidup.
b.      Menjadikan ibadah sebagai tujaun hidup
c.       Memahami makna ibadah secara utuh
d.      Komitmen untuk menjadikan seluruh ibadah sebagai ibadah.
e.       Berjanji untuk semakin taat beribadah.
f.       Menumbuhkan budaya melapor dan memohon kepada Allah.
g.      Mengenal waktu-waktu mustajab untuk berdoa.
h.      Mengenal doa-doa pilihan
6.      Ihdinas Shirath al-mustaqiim: Memiliki Daya Tahan
a.       Menumbuhkan kesadaran bahwa jalan hidup berliku
b.      Menumbuhkan kesadaran bahwa godaan di jalan sangat banyak
c.       Menyadari bahwa  kita lemah di hadapan godaan.
d.      Menumbuhkan keyakinan bahwa istiqomah adalah solusi
e.       Membangun komunitas istiqomah
7.      Shirath alladzina an’amta ‘alaihim, Ghair al-Mahgdhubi ‘alaihim wala al-dhalliin: Pembelajar Cerdas
a.       Manusia memiliki sifat imitasi
b.      Mengenal 3 tipologi manusia: an’amta ‘alaihim, al-maghdhubi ‘alaihim, adh-dhallin
c.       Berkomitmen untuk bercermin dan hidup bersama orang-orang dengan tipologi an’amta ‘alaihim
Teori  Pembentukan Karakter Versi The 7 Islamic Daily Habits
            Agar 7 tujuh nilai yang terdapat dalam Surah Alfatihah tertanam dengan kokoh, penulis merumuskan dua teori, yaitu teori   Interrelasi 7 Mata Rantai Nilai dan Teori Isi Ulang Otomatis.

Teori Interrelasi 7 Mata Rantai Nilai         
Teori interrelasi 7 Mata Rantai Nilai penulis rumuskan dari fakta terkait hukum membaca Surah Alfatihah. Surah ini harus dibaca secara utuh 7 ayat, tidak boleh dibaca 3 ayat, 4 ayat atau 6 ayat, dengan urutan yang sudah ditentukan. Penulis meyakini bahwa 7 ayat ini adalah satu kesatuan dan memiliki interrelasi yang sangat kuat antara satu ayat dengan ayat lainnya. Pernyataan ini didukung oleh teori munasabah dalam tafsir yang memandang bahwa urutan ayat dalam Alquran adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.
             Berdasarkan teori interrelasi 7 mata rantai nilai di atas, pelatihan ini meyakini bahwa tujuh ayat Surah al-Fatihah harus dipahami secara utuh dan harus diamalkan secara integral untuk mewujudkan kehidupan yang sukses penuh barakah.

Teori Isi Ulang Nilai Otomatis
            Teori ini menjelaskan bahwa nilai yang ditawarkan oleh al-Fatihah model akan selalu segar dalam pribadi setiap muslim setelah memahami surah al-Fatihah dengan baik. Isi ulang nilai ini dilakukan minimal 17 kali sehari dengan format 2+4+4+3+4 yang dibaca setiap sholat wajib.
            Pengulangan wajib minimal 17 kali merupakan kekuatan nilai yang tidak ada bandingannya dengan penanaman nilai-nilai yang lain. Harapan akhirnya adalah, dengan pengulangan nilai minimal 17 kali sehari itu, di mana pembacanya selalu dicharge dengan nilai yang penuh barakah dari Allah swt, hati pembacanya akan selalu hidup dan memiliki tekad untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Teori isi ulang nilai otomatis yang penulis kemukakan diperkuat oleh teori pembentukan karakter Ibnu Qayyim. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa karakter tidak terbentuk otomatis, tetapi melalui tahapan-tahapan. Pembentukan karakter dimulai dengan langkah mengumpulkan informasi tentang makna pesan (khawâthir dan afkâr), lalu terbentuk persepsi (tashawwur), lalu muncul keinginan (iradah) dan akhirnya melahirkan perbuatan (fi’l). Perbuatan yang dilakukan secara berulang akan melahirkan karakter (‘adat). Baik tidaknya suatu karakter tergantung dari input informasi yang masuk.[7]    
             Teori yang penulis angkat juga dikuatkan oleh teori perubahan  karakter Juni Pranoto. Dia mengatakan bahwa nilai yang bisa merubah mindset seseorang dan selanjutnya siap dilanjutkan menjadi habits adalah nilai yang memiliki empat syarat, yaitu: pertama, konsep yang benar; kedua, proses yang konsisten; ketiga: motivasi yang tinggi; dan keempat: dilakukan secara kontinyu dan melalui pembiasaan ‘habit’.[8]


Uji Coba
            Pelatihan The 7 Islamic Daily Habits sudah mengalami uji coba dan sosialisasi dalam skala yang cukup signifikan dan di berbagai lini masyarakat. Pelatihan sudah dilakukan untuk masyarakat Kota Pontianak, Bank Pembangunan Kalimantan Barat, pegawai dan mahasiswa STAIN Pontianak, guru TKIT,SDIT,and SMPIT al-Izzah Serang, dan masyarakat Indonesia di Berlin dan Erlangen Jerman.
            Kalau merujuk kepada teori efektivitas, memang pelatihan ini baru bisa diukur efektivitas tingkat satu dan dua. Dari berbagai pelatihan yang diselenggarakan, para peserta merasakan kepuasan mengikuti pelatihan dan secara umum memahami secara baik apa yang disampaikan . Pelatihan ini secara umum menurut para peserta aplikatif dan sesuai kebutuhan, karena langsung menyentuh kebutuhan mereka untuk memahami kandungan Surah Alfatihah dan mengamalkan apa yang selalu mereka baca minimal tujuhbelas kali sehari itu. Sedangkan sejauhmana pelatihan ini berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari mereka dan bagaimana output pelatihan ini dalam kinerja perusahaan atau tempat di mana mereka bekerja, sejauh ini belum ada yang menelitinya. Penulis sekaligus trainer pelatihan ini sedang menyiapkan perangkat penelitian tersebut dan membuka seluas-luasnya kepada para peneliti lain untuk melakukan penelitian efek dari pelatihan ini. 
             
Penutup
Semoga makalah singkat ini dapat menggambarkan tentang pentingnya pelatihan ini untuk membangun karakter mulia.









DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (al-Madinah al-Munawwarah : Dar al-Thayyibah, 1424/1999).

Al-Bukhāri, Muhammad bin Ismāīl, Ṣaḥīḥ al-Imam al-Bukhāri, (Dalam Fatḥ al-Bari), (Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1407 H), cet. 3.

Al-Tirmidhī, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, al-Jāmiʻ al-Ṣaḥīḥ, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Al-Shaibāni, Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, (Beirut: al-Maktab al-Islāmi, 1413), cet.1.

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, Muhammad bin Abu Bakar al-Zarʻī, (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1393/1973), cet.2.

Harjani Hefni, The 7 Islamic Daily Habits, (Jakarta, Pustaka IKADI, 2008), Cet.1



[1] Penulis adalah Dosen Jurusan Dakwah STAIN Pontianak.
[2] Definisi Soft Skill diambil dari Wikipedia
[3] Nama-nama al-Qur’an penulis kutip dari Kitab Tafsir al-Qur’an al-Adzim, karya Ibnu Katsir.
[4] HR.Bukhari, Kitab Surah Fatihah al-Kitab,  4/1623.
[5] HR.Tirmidzi, Bab Surah Fatihah al-Kitab, 5/201.
[6] HR.Ahmad, Musnad Imam Ahmad, 15/200.
[7] Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, al-Fawa-id, 1/190.
[8] Harjani Hefni, The 7 Islamic Daily Habits, pengantar Prof.Dr.Juni Pranoto.

+ komentar + 2 komentar

10 Juni 2016 pukul 23.26

Subhanallah walhamdulillah,,, ilmu yang luar biasa,, semoga senantiasa istiqomah dalam mengamalkan surah al-Fatihah,, jazakallah khairan katsiran ya ust . . .

26 Februari 2018 pukul 23.07

Jazzakallahu khairan...terimakasih Ustad

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Living Qur'an Sunnah Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger