Catatan Perjalanan Kairo-Aswan, Abu Simbel, Luxor
Di antara agenda perjalanan refresher program para dosen
kementerian agama RI 2011 ke Kairo adalah kunjungan budaya ke Aswan, Abu
Simbel, dan Luxor.
Rombongan kali ini tidak hanya berjumlah 10 orang, tapi agak
istimewa karena ditemani oleh Prof.Dr. Abdul Mujib, salah seorang pendamping program refresher. Keistimewaan
lain yang tak terulang lagi adalah kami menjadi saksi mata proses reformasi
politik di Mesir, karena di tengah kunjungan kami ini, Mesir tengah
melangsungkan pesta demokrasi, yaitu melakukan pemili legislative. Meskipun
sempat terjadi ketegangan karena terjadi demosntrasi besar-besaran, tetapi
Alhamdulillah, semua agenda kami berjalan sesuai dengan rencana.
Rombongan berangkat dari Wisma Nusantara Kairo menuju Stasiun Kereta Giza setelah maghrib
dengan mobil wisata yang dipandu oleh Bapak Saipudin, salah seorang mahasiswa
program S3 di Al Azhar University. Pukul 19.15 kami tiba di stasiun Giza.
Sambil menunggu keberangkatan dan koordinasi dengan pihak travel kami
ngobrol-ngobrol di halaman stasiun Giza
sambil menikmati udara dingin di Kairo.
Menjelang pukul 20.00, terdengar pengumuman dari petugas stasiun agar penumpang kereta
bersiap-siap di dalam karena kereta tidak lama lagi tiba di stasiun. Kami
Alhamdulillah memilih sleeping train, kereta api yang punya fasilitas kamar
tidur. Kami memutuskan untuk mengambil fasilitas ini karena perjalanan Kairo
Aswan cukup jauh. 30 menit setelah
berangkat, kami menyantap makan malam yang disediakan oleh pihak kereta, dan 15
menit berikutnya setelah tempat makanan diambil, kamar kami disetting menjadi
tempat tidur bertingkat. Aku memilih bagian atas dan temanku, Munir memilih
bagian bawah. Sebelum istirahat kami menyempatkan diri untuk melihat internet
untuk mengetahui informasi tentang lokasi-lokasi yang akan kami kunjungi selama
perjalanan. Setelah itu kami terrtidur pulas. Aku baru terbangun setelah jam
menunjukkan pukul 03.30. Aku ke WC dan berwudhu, selanjutnya sholat tahajjud
dan tilawah sambil menunggu waktu subuh. Setelah subuh aku baru mengetahui bahwa
perjalanan Kairo Aswan sungguh luar biasa. Sepanjang perjalanan aku menyaksikan
pemandangan pohon kurma dan zaitun yang sungguh luas, di sampingnya ada air
irigasi yang ternyata mengalir dari bendungan Aswan. Pukul 08 pagi kami
disuguhi sarapan pagi, dan tak lama kemudian ada pengumuman dari pihak kereta
bahwa setengah jam lagi kereta akan tiba di stasiun Aswan. Menurut pihak travel
yang mengurus keberangkatan kami, perjalanan dengan kereta diperkirakan
sekitar 13 jam. Dan perkiraan itu
ternyata benar, kami berangkat dari
Stasiun Giza pukul 8 malam dan tiba di Stasiun Aswan pada pukul 9 pagi, 7 Des
2011.
Tiba di Stasiun Aswan kami disambut oleh pemandu wisata yang bernama
Raimon, berkebangsaan Mesir. Kami langsung di ajak city tour di dua lokasi di
Aswan yaitu ke Bendungan tinggi (alsadd al-‘Ali) dan Philae Temple. Bendungan
Aswan dibangun pada masa Jamal Abdul Nasher dengan bantuan dari Rusia dan
sangat luas. Bendungan ini bertujuan untuk membendung air sungai Nil untuk
pembangkit tenaga listrik dan untuk irigasi. Untuk masuk ke bendungan dan
menyaksikan pemandangan menawan dari lokasi bendungan kami harus membeli tiket
seharga 20 pound. Pemandangan bendungan sungguh indah dan kami menyempatkan
diri untuk berfoto-foto di lokasi bendungan.
Sejauh mata memandang, mataku hanya memandang birunya sungai nil dengan
lingkungan kanan kirinya yang menawan.
Setelah itu kami berangkat menuju Philae temple. Philae ini
terletak di sebuah pulau kecil antara bendungan tinggi Aswan dengan bendungan
yang lain, sehingga untuk mencapai pulau mungil nan indah ini kami harus naik
speedbout. Tiket untuk mengunjungi
lokasi ini adalah 50 pound. Philae ini adalah nama untuk tempat peribadatan
orang-orang Mesir kuno yang dibangun pada masa Potholomeus. Bangunan tempat
ibadah itu cukup besar, dan merupakan bangunan induk tempat peribadatan
raja-raja mesir kuno. Di rumah ibadah itu ada kamar-kamar tempat mereka
beribadah. Raimon menceritakan bahwa Mesir kuno meyakini banyak sekali tuhan,
ada tuhan baik, tuhan jahat. Masing-masing benda memiliki tuhan. Menariknya,
sebenarnya rumah ibadah ini sebenarnya tidak berlokasi seperti yang ada
sekarang, tetapi berada di sebuah pulau yang berjarak tidak jauh dari lokasi
yang ada sekarang. Cuma, karena pulau itu tenggelam, maka rumah ibadah itu oleh
Unesco dipindahkan dari lokasi yang semula ke Philae sekarang ini. Untuk menuju
pulau itu kami menaiki speed boot sekitar 15 menit. Kami menikmati betul
perjalanan itu, karena speed boot yang kami tumpangi sedang berada di atas
sungai Nil. Aku dan beberapa kawan sempat menciduk air dan membasuh muka dengan
air yang sangat jernih tersebut. Di perjalanan kami menyaksikan banyak sekali
karang-karang.
Di antara hal menarik yang disampaikan oleh pemandu wisata
kami adalah keterangannya tentang symbol
Mesir yang mereka sebut sebagai Miftahul Hayat. Gambar oval di bagian
atas bermakna dua delta yang di miliki Mesir, garis lurus melintang di tengah
menunjukkan dua gurun pasir, dan garis
lurus ke bawah menunjukkan tentang sungai nil. Simbol miftahul hayat ini di
berbagai relief ditemukan. Semula aku melihat bahwa symbol itu adalah symbol
Kristen atau yahudi, setelah dijelaskan ternyata maknanya sangat mendalam,
lambang kegagahan Mesir.
Setelah itu kami check in kamar hotel, dan oleh panitia kami
dibookingkan hotel terapung (floating hotel/ fanadiq ‘aimah). Pukul 12.30
siang, 07 Des kami tiba di hotel dan sekitar jam 13.00 kami sudah bisa masuk
kamar. Meskipun tidak terlalu luas, tapi
hotel ini cukup unik, dan kami bisa menikmati istirahat yang cukup di
hari itu. Hotel yang kami tempati memang unik, karena tidak seperti hotel
biasanya, hotel ini memang dirancang untuk wisata Nil. Karena itu, sebenarnya
ia kapal yang disulap menjadi hotel. Hotel terapung seperti ini cukup banyak
bertambat di Aswan. Hotel kami sendiri namanya Princess Sarah, kapal indah
berbintang empat.
Pukul 03.00 Dini hari, tanggal 08 des 2011 kami sudah dibangunk
oleh pihak hotel untuk bersiap-siap, karena pukul 04.00 harus sudah keluar
hotel untuk menuju Abu Simbel. Kami naik kendaraan wisata Abraam pukul 04.05
menit dan selanjutnya berkumpul di sebuah lokasi untuk keberangkatan bersama
dengan rombongan turis lainnya. Pukul.04.30 kami berangkat menuju lokasi.
Perjalanan Aswan Abu Simbel cukup lumayan jauh, jaraknya sekitar
299 km dan diperkirakan memakan waktu 3 jam perjalanan. Rombongan kami konvoi
dengan rombongan dari berbagai Negara
lain yang juga akan berangkat ke sana. Tidak seperti Kairo-Aswan yang sangat
subur, perjalanan Aswan Abu Simbel yang bergerak menuju ke arah selatan ini
ternyata gurun pasir. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan luas
berwarna kemerah-merahan. Kami disuguhi dengan pemandangan sun rise gurun
pasir.
Pada pukul 07.30 kami baru menemukan ada satu perkampungan kecil
yang disebut Qoryah Abdul Qodir, 20 km sebelum Abu Simbel. Jam 07.40 kami tiba
dilokasi Abu Simbel. Setelah pemandu kami membeli tiket yang harganya 80 pound,
kami masuk ke lokasi Kuil Abu Simbel.
Simbel sendiri adalah nama orang yang menemukan tempat peribadatan
Ramses II yang di bangun di lokasi perbatasan dengan Sudan. Jarak Abu Simbel
Sudan hanya sekitar 50 km, padahal jarak Aswan Abu Simbel sekitar 300 km. Tempat
peribadatan Raja Ramses II betul-betul megah, di depannya dipajang patung
dirinya. Yang sangat menakjubkan adalah design bangunan rumah ibadah yang
sangat canggih. Matahari bisa masuk langsung ke dalam ruangan itu hanya dua
kali setahun, yaitu setiap tanggal 20 Feb dan setiap tanggal 20 okt. Dari pintu
utama matahari bisa langsung masuk menuju ruang utama tempat peribadatan utama.
Di tempat itu terpampang 4 tuhan mereka, ada tuhan utama, Ramses II, tuhan
cahaya, dan tuhan jahat. Meskipun mereka mempunyai banyak tuhan, tetapi tuhan
utama mereka adalah matahari, sehingga wajar tempat peribadatan Abu Simbel ini
menghadap ke matahari untuk menyembah tuhan amon ra.
Di samping rumah peribadatan utama ini ada rumah peribadatan yang
dibangun oleh Ramses II untuk isterinya Nefertari. Tempatnya tidak sebesar
rumah ibadah utama.
Anehnya, kenapa Firaun membangun rumah ibadah yang sangat jauh dari
lokasi pemerintahannya di Luxor atau Aswan? Ternyata tujuan utamanya adalah
untuk menunjukkan kepada Sudan yang berdekatan dengan Mesir bahwa Mesir itu
gagah dan mewah.
Setelah melihat lokasi-lokasi tersebut, kami mengabadikan
perjalanan dengan berfoto-foto, baik bersama-sama maupun foto bersama.
Rombongan pulang kembali ke Aswan pada pukul 10 pagi. Setelah kami
disuguhi pemandangan padang sahara sejauh mata memandang sekitar 300 km kamipun
tiba kembali di Aswan, kota indah nan subur. Keindahannya dilengkapi oleh
sungai Nil yang sangat dijaga kebersihannya oleh pemerintah. Siapa yang
mengotori sungai ini didenda sangat besar oleh pemerintah. Tiba di Aswan,
kamipun istirahat kembali di hotel terapung Princess Sarah.
Setelah makan siang, kami menikmati panorama sungai Nil dari lantai
lima kapal, di sana ada kursi dan meja yang didesain untuk menikmati pemandangan.
Selain itu juga tersedia kolam renang. Cuma karena musim dingin, kami tidak ada
yang berselera untuk berenang.
Sore dan malam hari kami habiskan untuk menulis dan kegiatan
lainnya. Tepat pukul 04.00 dinihari, tgl. 08 Desember 2011, kapal Princess
Sarah bangun dari peristirahatannya dan bergerak membawa kami menuju Kom Ombo
Temple dan Edfu.
Menikmati Keindahan Panorama Sungai Nil
Mataku benar-benar dimanjakan oleh keindahan sungai Nil. Sejak
matahari terbit, jendela kamar yang kami tempati sengaja kami buka. Jendelanya
terbuat dari kaca, panjang dan lebarnya sengaja didesain seluas dinding kamar
yang menghadap ke luar. Dengan desain seperti itu mata kami betul-betul lepas
menikmati panorama sungai nil yang
airnya biru, bersih, dan luas. Lidahku berulang kali mengucapkan
subhanallah…subhanallah…subhanallah… nikmat yang mungkin tidak terulang seumur
hidupku.
Panjang Nil secara keseluruhan sekitar 6650 km atau 4132 mil
melewati 10 negara di benua Afrika. 10 Negara itu adalah: 1. Mesir, 2. Sudan,
3. Uganda, 4. Eriteria, 5. Kongo, 6. Ethiopia, 7. Burundi, 8.Tanzania,
9.Ruwanda, 10.Kenya.
Kami menginap 3 malam di Princess Sarah, tetapi menyusuri sungai
nilnya sendiri hanya sekitar 24 jam, antara Aswan an Luxor. Kapal-kapal lain
cukup banyak yang berpapasan dengan kami selama perjalanan. Di antara yang aku
lihat adalah Mirage, Senator, Concerto, dll. Ketika bersandar di Luxor aku
menyaksikan jumlah kapal yang sangat banyak, aku sempat menghitung ada enam
deret kapal di belakang yang kami tumpangi. Dan untuk sampai ke daratan, kami
harus melewati 4 kapal yang sudah bersandar terlebih dahulu.
Kom Ombo Temple
Pukul.06.45
kapal sudah sandar di daerah Kom Ombo, dan kami keluar dari Princess Sarah jam
07.00. Begitu keluar, kami disambut oleh udara dingin bercampur angin yang
cukup menantang. Ternyata jarak sandar kapal dengan Kuil Kom Ombo hanya sekitar
100 m. Setelah membeli tiket yang harganya 30 Pound kamipun dipersilahkan masuk
ke kuil Kom Ombo yang bermakna dataran tinggi yang mengandung emas.
Kuil yang konon
dibangun pada abad ke satu SM ini bertingkat dua dan yang menarik terdapat
lebih dari 300 buaya yang telah dimummi.
Pada masa Kristen Koptik, kuil ini juga pernah
menjadi gereja dan akhirnya baru pada akhir abad ke-19 dilakukan pemugaran terhadapa
kuil yang terdiri dari Kuil Sobek dan
Kuil Haroeris. Sobek sendiri merupakan dewa berkepala buaya sedangkan Haroeris adalah dewa berkepala Elang. Di
kuil ini kedua dewa itu banyak hadir berupa patung-patung raksasa dan ditemani
dengan keluarga mereka.
Di Kom Ombo ini
ada miqyas al-Nil, tempat seperti sumur yang cukup dalam dan didesain
untuk mengukur tingkat kesuburan tanaman pada suatu masa. Jika air yang ada di
dalam telaga itu tinggi berarti tingkat kesuburan tinggi dan pajak hasil
tanaman juga meningkat.
Di halaman
gedung utama, terdapat tiang-tiang yang tidak utuh. Konon pada masa Muh Ali
Basya memerintah, tiang-tiang itu dipangkas separuhnya dan dipindahkan di
lokasi yang tidak jauh dari tempat itu untuk pembangunan pabrik.
Yang menarik
dari Kom Ombo ini adalah kuilnya tidak seperti kuil yang lain yang dibangun
untuk menyembah tuhan tertentu. Seperti Abu Simbel untuk Amon ra, dan
sebagainya. Tetapi Kom Ombo ini dibangun untuk menyembah dua tuhan sekaligus,
ada tuhan himayah yang berlambangkan elang dan ada tuhan jahat yang
berlambangkan buaya. Karena itu, bangunan kuil ini memiliki dua pintu masuk
besar dan dua lambang yang ada di bagian atasnya.
Kuil ini
sendiri dibangun karena daerah Kom Ombo ini terkenal banyak sekali buayanya.
Padahal masyarakat sangat tergantung dengan Nil. Karena buaya Nil banyak
memakan korban, akhirnya masyarakat Kom Ombo meminta raja untuk mendirikan kuil
untuk menyembah tuhan buaya yang bisa menjaga keselamatan mereka dari ancaman
buaya. Sebelum pintu keluar dari kuil Kom Ombo dibangun museum buaya. Sambil
berjalan menuju kapal, aku dikagetkan oleh pemandangan dua ekor ular kobra yang
dijaga oleh seorang pawang. Entah apa maksudnya, yang jelas ada beberapa orang
yang menyaksikan pemandangan tersebut. Aku sendiri, karena waktu sangat
terbatas dan juga tidak berani dekat-dekat, langsung bergerak menuju kapal
sambil melihat sekilas.
Setelah sekitar
satu jam melihat-lihat Kuil Buaya ini akhirnya pukul 08.00 kami kembali ke
Kapal pesiar Princess Sarah. Tapi sebeum masuk, kami tidak lupa mengabadikan
persinggahan kami di Kom Ombo dengan berfoto-foto. Pukul 08.30 pelayaran dilanjutkan
menuju Luxor melalui Edfu.
Edfu Kuil terbesar kedua di Mesir
Pelayaran
dilanjutkan kembali untuk menuju tempat persinggahan berikutnya, yaitu kuil
Edfu yang terletak di tepi barat sungai Nil.
Kapal kami tambat di dermaga Edfu pada pukul 12.45. Kami segera
turun untuk menuju lokasi wisata. Ternyata di tepi jalan dekat dermaga itu kami
sudah disambut oleh delman yang siap mengantar kami ke lokasi. Setiap delman
dikendarai oleh 4 orang penumpang berhadap-hadapan. Asyik juga naik delman di
negeri orang. Pak kusirnya orang Mesir Edfu. Baik Aswan maupun Edfu penduduknya
mayoritas berkulit hitam karena daerah ini adalah daerah yang berbatasan dengan
Sudan. Tidak seperti Aswan yang tertata
rapi dan indah, pemandangan kota Edfu
agak sedikit tertinggal dan pemandangan
delman yang menghiasi kota ini membuat aroma kotoran kuda kadang-kadang cukup
mengganggu hidung. Setelah 15 menit naik delman kami tiba di lokasi wisata,
yaitu kuil Edfu yang berarti benteng yang kokoh.
Edfu terkenal dengan kuil yang berdiri megah sebagai peninggalan
dari masa pemerintahan keturunan Ptolemeus dari Yunani. Temple of Horus
didirikan pada masa Cleopatra VII pada tahun 237 SM. Horus adalah nama dewa
kebaikan dan kebalikan dari dewa Sobek untuk dewa keburukan. Karena itu, kalau
kita melihat lambang yang terpajang di bagian atas kuil, mata kita hanya akan
melihat satu lambang melingkar yang
dijaga oleh dua ekor burung elang. Gambar melingkar adalah symbol dewa matahari
dan dua burung elang yang mengapitnya adalah lambang dewa himayah.
Kuil Edfu yang
terletak sekitar 115 kilometer dari Luxor ini merupakan salah satu kuil yang
paling terjaga keasliannya. Kuil ini dibangun oleh Dinasti Ptolemeic yang
berkuasa di Mesir setelah mesir jatuh ke dalam kekuasaan Iskandar Agung pada
332 SM.
Menurut legenda
, Edfu merupakan tempat pertempuran
di antara dewa-dewa Mesir. Di sinilah Horus
yang berkepala Elang menuntut balas atas kematian ayahnya Isiris yang dibunuh oleh saudaranya sendiri, Seth. Akhirnya Seth kalah
dan diasingkan, Horus kemudian naik
tahta. Dengan adanya mitos ini hampir semua Firaun di Mesir mengganggap diri
mereka sebagi titisan Horus yang
disebut juga “The Living King”.
Gabungan antara peradaban Mesir kuno dan Yunani
sangat terasa di bangunan kuil Edfu. Di antara perpaduan itu tampak pada tiang
bangunan yang tinggi besar dan bagian atasnya dihias dengan tiga jenis bunga,
yaitu bunga lotus, bunga bardi (bahan untuk membuat papyrus), dan nakhl
(kurma). Lotus adalah lambang Yunani,
sedangkan bardi dan nakhl adalah khas Mesir. Ciri khas lain dari bangunan
Yunani adalah pada gambar relief yang ada pada
dinding-dinding kuil. Perempuan selalu digambar dengan postur yang hampir
tidak berbusana, sedangkan ciri bangunan Mesir adalah dengan menggunakan busana
lengkap.
Yunani memimpin Mesir sejak penaklukan
Alexandria oleh Alexander the Great dengan 7 jendral perangnya yang salah
satunya bernama Ptolemeus. Setelah kematian Alexander, pada tahun 305 SM
Ptolemeus menyatakan diri sebagai raja yang menguasai Mesir.
Orang Mesir menerima dinasti Ptolemaic sebagai
penerus kepemimpinan Firaun dan kepemimpinan ini berlanjut hingga tahun 30 SM
pada saat penaklukan Romawi atas Mesir dan nantinya Romawi memimpin Mesir
hingga 650 tahun. Dinasti Ptolemaic dari Yunani memerintah Mesir sekitar 275
tahun, dimulai dari tahun 305 SM hingga 30 SM dan sering dikenal dengan periode
helenistik.
Semua penguasa dinasti laki-laki mengambil nama
Ptolemy. Ratu Ptolemeus biasanya disebut Cleopatra, Arsinoe atau Berenis.
Anggota paling terkenal dari garis itu adalah ratu terakhir bernama Cleopatra
VII, yang dikenal untuk perannya dalam pertempuran politik melawan Romawi
antara Julius Caesar dan Pompey dan kemudian antara Oktavianus dan Mark
Anthony.
Gerbang pintu saat memasuki temple of Horus
hampir sama dengan gerbang di kuil Karnak yang menjadi tempat sejarah terbuka
terbesar dunia saat ini. Perbedaannya terletak di ukiran gambarnya yang khas
Yunani.
Di dalam kuil juga terdapat patung burung yang
terbuat dari batu hitam yang dikirim langsung dari Yunani. Sebagaimana khas
bangunan peninggalan kerajaan Mesir kuno, disepanjang dinding-dinding kuil
tertulis dan tergambar dengan rapi tulisan hierogliph yang menceritakan tentang
kisah kehidupan para dewa.
Yang juga menarik perhatianku di
dalam kuil Edfu adalah sumur pengukur ketinggian air sungai nil. Dengan
air yang ada di dalam sumur itu mereka bisa mengukur berapa kedalaman sungai
Nil pada saat itu.
Kami hanya diberi waktu sampai pukul 14.00 di
kuil tersebut. Setelah itu kami pulang kembali ke kapal Princess Sarah dengan
delman yang sudah siap menanti.
Menuju Luxor
Pukul 14.45 pelayaran
dilanjutkan menuju Luxor, yang merupakan
kota yang dulunya menjadi ibukota beberapa dinasti Mesir kuno dan bernama
“Thebes”. Tengah malam itu juga kapal
sudah bersandar di kota Luxor.
Setelah sarapan
pagi sekitar pukul 08.00 pagi, tgl. 8 desember 2011, kami sudah ditunggu oleh
Raimon, pemandu wisata kami untuk mengunjungi lokas wisata yang ada di kota
Luxor.
Luxor yang bahasa Arabnya Uqshur (banyak
istana) adalah sebuah kota indah dan subur
yang terletak di kedua tepi timur dan barat Sungai Nil di Mesir bagian utara. Luxor dibangun di bekas lokasi Thebes, ibu kota Mesir kuno yang terkenal (2052 SM).
Raja-raja Firaun memerintah di sini, menciptakan peradaban yang belum pernah
dilihat dunia sebelumnya.
Tanah-tanah
padang pasir bagian baratnya yang di masa lalu dikenal sebagai “kota kematian”
ialah tempat di mana semua penerus Dewa Amun dimakamkan bersama kekayaan yang dapat dibawa
ke kehidupan abadi (menurut kepercayaan mereka).
Di sini
terdapat situs-situs bersejarah Mesir kuno seperti Kuil Luxor,dan Kuil Karnak
. Selain itu juga terdapat “Valley of the
Queens” and” Valley of the Kings”
dimana terdapat makam Tutankhamun
yang termashur.
Kota ini menyimpan catatan koleksi seni dan
catatan arkeologis Mesir purba yang berlimpah, sebagian bahkan dirunut kembali
sampai 3000 SM. Penggalian terakhir dilakukan atas makam Fir’aun kecil, Tutankhamun, yang penuh
dengan perhiasan emas, patung dan surat berharga.
Banyak penguasa Thebes yang meninggalkan
warisan fisik yang bisa dipelajari. Kuil Hatshepshut dari Dinasti XVIII menggambarkan
bahwa kelahirannya yang penuh keajaiban ialah sebab bersatunya Ratu Ahmes dan
dewa Amon (menurut kepercayan Mesir kuno). Amenhotep III meninggalkan 2 patung
besar setinggi ± 70 kaki (± 20 m) yang dikenal sebagai Kolossi Memnon. Firaun Ramses II memesankan dibuatkannya gambaran dari
perang-perang besar, termasuk yang dialaminya sendiri melawan kaum Hittit
Suriah, selain adegan festival pemujaan dewa hasil bumi. Menghiasi bagian luar
kuilnya, gambar-gambar ini masih ada sampai kini. Tiap tahun, tak terhitung
turis yang mengunjungi Luxor untuk mengagumi warisan kuno ini serta bukti lain
peradaban purba.
Perjalanan wisata kami di Kota Luxor dimulai
dengan kunjungan ke Wadi al-Muluk (Valley of the Kings) atau dalam bahasa
Indonesia berarti Lembah para raja. Lembah ini agak jauh dari pemukiman
masyarakat, dan para raja Firaun sengaja memilih lokasi ini untuk menjadi
pekuburan mereka. Di lokasi ini ditemukan banyak sekali makam. Kami hanya
diizinkan untuk mengunjungi 3 lokasi pemakaman raja Firaun, yaitu Ramses III,
IV, dan IX. Untuk itu saja, kami harus mengeluarkan 80 Pound. Lokasi pemakaman
itu sangat luas, di kanan dan kiri dindingnya terpajang gambar-gambar yang
warnanya masih sangat asli. Sayangnya di lokasi ini kami tidak boleh membawa
kamera, sehingga pemandangan indah itu tidak bisa diabadikan.
Setelah itu kami menuju lokasi pembuatan barang-barang
aksesoris yang terkenal di Mesir yang lokasinya tidak jauh dari Wadi al-Muluk. Di
sana ada patung Firaun, ada elang, ada kura-kura, dan banyak lagi yang dibuat.
Barang-barang itu terbuat dari alabaster, bahan yang diambil dari lembah yang
terletak dekat dengan lokasi tersebut. Saya sendiri membeli satu oleh-oleh dari
tempat ini, beli badak bercula satu (wahidul qorn) yang memancarkan sinar indah
jika lampu dimatikan. Tidak lama kami mampir di tempat itu, karena lokasi yang
akan kami kunjungi di Luxor masih cukup banyak.
Mobil wisata Tiger yang mengantar kami bergerak
ke lokasi yang tidak jauh dari pabrik pembuatan barang-barang aksesoris yang
sempat kami singgahi. Kami dibawa oleh pemandu ke al-Deir al-Bahari temple atau
lebih dikenal dengan nama Hatshepsyut Temple. Kawasan ini merupakan pekuburan
para pekerja yang membuat pekuburan para raja. Untuk masuk ke lokasi ini kami
harus membayar 30 pound.
Karena waktu juga sudah siang dan perut sudah
terasa lapar, maka kami dibawa oleh pemandu untuk makan siang di sebuah
restoran al-Amin di pojokan kota Luxor. Semua kami sepakat untuk memilih menu
ikan di siang itu. Saat kami datang, kami disuguhi makanan pembuka berupa roti
dan syurbah khudar dan diakhiri dengan ruzz billaban. Sayangnya
banyak kawan yang tidak bisa menyantap makanan penutup itu karena sudah merasa
kenyang.
Perjalanan kami lanjutkan menuju Luxor Temple
yang berlokasi tidak jauh dari sungai Nil dan kapal yang kami tumpangi. Luxor
Temple merupakan kuil yang dibangun oleh Ramses II untuk tuhan Amut, isteri
tuhan Amon Ra (Tuhan matahari). Untuk
masuk ke lokasi ini kami membayar 50 pound. Di kuil ini terdapat masallah
(semacam menara) yang cukup tinggi. Di Luxor temple, masallahnya berada di
bagian depan sebelum sharh (dinding tinggi). Sharh (dinding) kuil ini cukup tinggi.
Mendengar kata sharh yang diucapkan Raimon, aku teringat dengan firman Allah
yang menyebutkan kisah Firaun yg memerintahkan Haman untuk membangun sharh yang
tinggi untuk melihat Tuhannya Musa. Kuil ini cukup luas dan tiang-tiangnya juga
cukup besar. Mataku terpaku pada model tiang yang agak berbeda dengan
tiang-tiang di kuil yang lain. Tiangnya dibentuk seperti bunga dan di bagian
ujungnya didesain dengan dua model, model bunga bardi yang tertutup dan bunga
lotus yang terbuka.
Perjalanan wisata di Luxor berakhir dengan kunjungan ke Kuil
Karnak, yang merupakan kuil terbesar di dunia, peninggalan keluarga ke-18
Firaun. Sebelum masuk ke lokasi, kami mendengarkan arahan terlebih dahulu dari
pemandu wisata di depan miniatur kuil Karnak. Melihat miniaturnya menunjukkan
bahwa kuil ini sangat luas. Selesai mendengarkan penjelasan singkat tentang
sejarahnya, kami menuju lokasi yang sebenarnya. Untuk masuk ke kuil ini kami membayar 65
pound.
Halaman kuil sangat luas dan dibangun oleh banyak penguasa dalam rentang
waktu yang cukup panjang. Kuil ini mulai
dibangun pada tahun 1500 SM dan berhenti
tahun 300 SM. Saya katakan berhenti, karena dari bangunannya terlihat jelas ada
rencana besar yang belum rampung dan ditinggalkan begitu saja. Meskipun
demikian, bangunan yang ada saja sudah menunjukkan kebesaran dari arsitekktur
pada zaman tersebut. Selain sharh-nya
yang tinggi, tiang-tiangnya sangat besar, tidak ada yang lebih besar dari
tiang-tiang yang ada di tempat yang lain. Pasalnya, kuil ini memang dibuat untuk
tuhan amon ra yang merupakan tuhan utama mereka. Menariknya, kuil ini
dilengkapi dengan danau suci. Danau ini cukup luas, airnya bersumber dari
sungai nil yang dialirkan dari pipa bawah tanah. Danau ini hanya dipakai oleh
Firaun dan dukun utama sebelum melakukan penyembahan terhadap tuhan mereka.
Setelah semua kunjungan selesai,
rombongan semua menuju masjid untuk sholat jama’ takhir zuhur dan ashar.
Sambil menunggu sholat maghrib kami beristirahat di dalam masjid. Baru setelah
maghrib yang dijama’ dengan Isya’ kami keluar dari masjid menuju hotel untuk
menunggu jemputan menuju stasiun kereta Luxor.
Jarak hotel ke stasiun ternyata dekat, hanya
sekitar 10 menit. Tepatnya pukul 10.30 malam itu, 8 desember 2011 kami
meninggalkan Luxor untuk menuju Kairo dengan menggunakan Sleeping Train.
Setelah disuguhi makan malam, kamar kami disulap menjadi tempat tidur dua
tingkat. Malam itu aku habiskan betul-betul untuk istirahat. Ketika bangun
ternyata tinggal 15 menit menjelang subuh dengan tubuh yang sudah sangat fresh.
Alhamdulilllah…Alhamdulillah…Alhamdulillah. Setelah sholat subuh aku baru
menyempatkan melihat pemandangan di luar. Ternyata kami sudah sampai di Stasiun
Beni Suef (بني سويف
). Kereta ern ST terus melaju dan aku sempat juga melihat kami melewati perkampungan
Kafr Ammar dan Badr Syein.
Aku menyaksikan denyut
kehidupan pagi masyarakat di pedesaan. Pemandangan umum yang aku saksikan
adalah kerumunan orang untuk membeli ‘eisy (roti berbentuk bundar) untuk
sarapan mereka. Saya menyaksikan ada
yang berjualan di toko seperti kita, ada yang menjajakan dagangannya dengan
naik himar (keledai) dan ada yang juga menjajakan barangnya dengan disimpan di
atas kepalanya.
Pukul 08.15
alhamdulillah kami sudah tiba di Stasiun Giza dan disambut oleh tim panitia
Mesir yang terdiri dari Bapak Saifudin dan Pak Ramli.
Kunjungan budaya Aswan- Luxor memberikan
kesimpulan bahwa semua peninggalan masa pemerintahan Firaun berada di sepanjang
sungai nil yang dimulai dari Abu Simbel yang berada sangat dekat dengan perbatasan
negara Sudan. Termasuk juga Edfu temple, kuil Karnak, kuil Luxor, kuil Komombo,
dua patung besar Memphis dan beberapa kuil lain yang semuanya berada di dua
kawasan Luxor dan Aswan. Di wilayah Giza juga berdiri megah piramida-piramida
yang pada waktu dulu juga dekat dengan sungai Nil sebelum dibangun bendungan
besar nil Saddul ‘Ali.
Kesan lain yang cukup unik adalah sambutan orang Mesir terhadap
kita sangat banyak. Setiap bertemu dan ngobrol dengan mereka, kesan mereka
Indonesia adalah Negara muslim yang baik sehingga kami diperlakukan dengan
sangat ramah. Sayangnya, wajah asia yang kami bawa cukup membingungkan mereka,
sehingga jarang sekali tebakan pertama mereka benar? Di antara pertaanyaan pertama mereka saat
menyapa adalah: anda orang Malaysia, Thailand, atau China? Tapi setelah kita
bilang kita dari Indonesia, sambutan
mereka sangat hangat. Entah karena ada maunya ‘menawarkan barang yang mereka
jual’ atau pernyataan itu keluar dari lubuk hati mereka, tapi yang jelas kami
sangat bahagia dengan sambutam mereka yang hangat tersebut. Tapi ada seorang kawan karena nasionalismenya
yang tinggi tidak jadi menawar barang karena agak tersinggung di anggap orang
Malaysia, kok bukan Indonesia yang disebut. Kenapa Malaysia…dan kenapa
Indonesia jarang disebut? Jawabannya perlu menjadi renungan kita bersama. Yang jelas, Indonesia yang jumlah penduduknya
sekitar 230 juta hanya memiliki mahasiswa sekitar 4000 orang di Mesir,
sedangkan Malaysia dengan penduduknya yang sangat sedikit puunya mahasiswa
sekitar 12.000. Perbandingan yang sulit untuk dijelaskan.
Selain itu, aku juga menyaksikan ekspresi kebahagian masyarakat
sangat terasa setelah revolusi 25 Januari 2011. Mereka terang-terangan
mengatakan kepada kami: “kami sekarang sudah bebas, kami sekarang sudah bebas.”
Ungkapan yang menunjukkan betapa terkekangnya hidup mereka pada masa rezim
Mubarak.
Total biaya yang kami keluarkan selama empat hari perjalanan
termasuk transportasi kereta sleeping train, hotel terapung, makanan, dan biaya
kunjungan adalah sekitar 350 dollar Amerika.
Posting Komentar