Home » » Catatan Perjalanan ke Amerika

Catatan Perjalanan ke Amerika

Written By mouzlim on Senin, 01 April 2013 | 19.52



CATATAN PERJALANAN KE AMERIKA



Hampir satu tahun rencana ke Amerika diatur oleh panitia di sini. Memang, setiap musim semi, masyarakat Muslim Amerika mendatangkan para ustadz dari tanah air untuk sharing masalah agama dengan mereka di Amerika.

Musim semi 2011 yang lalu, Indonesian Muslim Community yang memayungi masyarakat muslim di Amerika, mengundang Dr.Syafi’I Antonio dan Ibu Irene Handono sebagai pembicara. Kali ini, tahun 2012, saya dan ust. Samson Rahman diundang. Agenda khusus undangan kali ini adalah untuk menyampaikan pelatihan The 7 Islamic Daily Habits. Menurut Bapak Zulfan, undangan khusus untuk membicarakan tema khusus  baru pertamakali ini dilakukan.

Sebuah penghormatan yang luar biasa buat saya pribadi atas undangan ini. Betapa tidak, masyarakat Indonesia di Amerika yang tinggalnya sangat jauh dari tempat saya menggoreskan karya kecil ini, ternyata sudah mendengar dan memberikan apresiasinya yang besar terhadap karya saya yang kecil ini. Apresiasi itu berbentuk undangan kepada saya dan Ust. Samson untuk menyampaikan pelatihan  khusus tentang tema ini.

Hal lain yang juga saya rasakan dengan menulis karya kecil ini adalah keberkahan. Saya sangat meyakini dan bahkan merasakan keberkahan surah al-Fatihah ini dalam kehidupan. Sejak saya menulis hingga karya ini bergulir di masyarakat sejak 2008 banyak undangan yang meminta saya menyampaikan bedah buku dan pelatihan untuk menjelaskan buku ini.  Undangan ke Amerika dan segala urusan yang terkait dengan keberangkatan yang  berjalan mulus dan sambutan berbagai pihak saya rasakan sangat menggembirakan saya yakini sebagai bagian dari rahmat Allah yang tidak terhingga buat penulis.

Tgl. 28 Maret 2012 adalah waktu yang sudah diatur cukup lama direncanakan untuk keberangkatan ke Amerika. Alhamdulillah rencana ini terlaksana sesuai dengan jadwal. Saya berangkat dari Pontianak pk. 17.05 dengan menggunakan pesawat Garuda. Tiba di Jakarta sekitar pukul. 18.30, saya langsung keluar dan naik lift menuju lantai atas Bandara Soekarno Hatta. Setelah bertanya dengan petugas tentang informasi penerbangan Korean Air, saya langsung ditunjukkan tempatnya, yaitu di E3. Sayapun menuju tempat tersebut dan proses check in saya lakukan. Alhamdulillah semua urusan lancar hingga saya berangkat pukul. 21.35 sesuai yang tertulis di boarding pass, pesawat kami Korean Air dengan nomor penerbangan 628 K siap diberangkatkan. Oleh petugas saya diberi no seat 45 H, sebuah posisi di pinggir jalan yang cukup nyaman untuk sebuah penerbangan yang sangat panjang.Pemanggilan naik pesawat juga cukup manusiawi. Orang-orang yang membawa bayi, orang tua dan orang-orang yang berkebutuhan khusus didahulukan naik, bahkan dari penumpang kelas VIP. Setelah itu dipanggil penumpang kelas VIP lalu lanjut dengan no kursi paling belakang dan terus no yang di tengah dan yang di depan. Dengan cara demikian tidak terjadi penumpukan penumpang di dalam.

Tanggal 28 maret 2012 itu memang cukup melelahkan. Sejak subuh saya menerima beberapa orang mahasiswa yang hendak mengaji dan meminta bimbingan skripsi: Halim, Nani dan Wahyu. Setelah itu datang Suherman terkait dengan urusan pesantren yang hendak dibangun di Pal 7. Hari itu juga saya harus menyelesaikan editing buku Prinsip-prinsip Dasar Komunikasi Islam yang akan dikirim ke Kemenag pusat. Habis Dzuhur juga ada acara di rumah, saya dan istri mengundang tetangga untuk makan siang bersama, sebagai tanda syukuran pindah toko dan mohon doa kemudahan keberangkatan dan selama perjalanan. Dan habis ashar saya harus berangkat ke Bandara Supadio.

 Karena sepanjang hari sejak subuh full dengan kegiatan tersebut, maka ketika naik pesawat, tubuhku tidak kuat melakukan aktivitas lain kecuali rebahan. Alhamdulillah aku sempat istirahat lumayan di pesawat malam itu.

Setelah enam jam perjalanan, jamku masih menunjukkan pukul 04.15. Tetapi disaat jendela pesawat dibuka, subhanallah…aku menyaksikan pemandangan yang sangat indah…sinar mentari violet dan kemerah-merahan itu menebar ke seluruh alam, dan secara perlahan ia menampakkan dirinya. Aku sungguh terkesima dengan ciptaan Allah ini. Tak lama setelah itu…pesawat sudah bersiap-siap landing di Bandara Internasional Incheon Seoul.

Tepat pukul. 04.40 waktu Jakarta atau 06.40 waktu Seoul, pesawat kami landing. Ketika mendarat, bandara Incheon masih diselimuti oleh kabut sehingga aku kurang bisa menikmati pemandangan di luar. Maklum di Seoul musim dingin masih belum pergi.

Turun dari pesawat, aku langsung menuju gate 10, tempat transit menuju New York.  Sesuai dengan yang tertera di boarding pass, menurut rencana penumpang akan naik pesawat pada pukul. 09.50 dan akan berangkat pada pukul. 10.20. Tidak lama menjelang pukul 09.50 para penumpang sudah mulai antri di depan gate. Ketika jam 09.50 tepat, petugas mengumumkan bahwa penerbangan didelay selama 30 menit. Penumpang yang antri itupun bubar dengan sendirinya tanpa komentar apapun. Setelah menunggu 30 menit sebagaimana yang dijanjikan, petugas memanggil  para penumpang untuk mulai naik pesawat. Karena proses pengaturan penumpang dan barang yang agak lama di dalam pesawat, menjelang pukul 11.10 pesawat Korean Air dengan no penerbangan 081 K baru bisa diberangkatkan.  Aku mendapatkan seat no. 50 C, tempat di pinggir jalan yg juga nyaman untuk perjalanan jauh.

Inilah penerbangan terpanjang yang pernah aku tempuh selama hidupku. Aku harus duduk di dalam pesawat selama 13 jam lebih. Mengingat sucinya niatku untuk memenuhi undangan saudara-saudaraku yang jauh di sana, dan keinginanku untuk berbagi ilmu yang aku tulis, ditambah dengan minatku yang besar untuk menimba pengalaman di negeri orang dan dengan masyarakat Indonesia yang survival hidup di negeri Paman Syam ini, kebosanan selama perjalanan alhamdulillah dapat aku atasi.

Alhamdulillah…hari Kamis, 29 maret pukul. 11.20 waktu New York (pukul.22.20 waktu Jakarta),  aku mendarat di Bandara John F Kennedy New York. Setelah turun pesawat, aku ikut antrian bersama penumpang lain untuk urusan imigrasi. Dan Alhamdulillah…urusan imigrasipun berlangsung normal tanpa hambatan sedikitpun.

Setelah urusan imigrasi selesai, aku langsung menuju tempat pengambilan bagasi. Setelah menemukan bagasi, akupun keluar Bandara. Alhamdulillah di luar saya sudah ditunggu oleh Bapak Lefti Afandi, orang Indonesia asal Banjarmasin yang sehari-harinya menjadi pengurus masjid al-Hikmah. Siang itu aku langsung diajak shalat Dzuhur di Manhattan City, di Islamic Center kebanggaan masyarakat muslim New York.

Setelah foto-foto sebentar, aku langsung menuju Queen Boro, tempat penginapan. Sebelum tiba di lokasi, kami mampir dulu di Rumah Makan Upi Jaya, rumah makan Minang yang ada di Queen Boro. Akupun menyantap hidangan Sop Kambing dan tahu isi New York dengan lahapnya. Setelah itu aku dibawa ke rumah salah seorang Indonesia yg berkebangsaan Amerika, Bp. Amir Sumaila. Di situlah aku menginap selama di New York. Bapak Amir Sumaila ini dahulu adalah tangan kanan utama Bos Elteha. Karena kesuksesan dan kejujurannya dia dikirim ke Amerika untuk meluaskan bisnis  Elteha di dunia. Bapak Amir ini sekarang adalah Ketua harian Masjid al-Hikmah New York.

Aku banyak belajar dari Bapak Amir Sumaila, orang Makassar yang sukses di Amerika. Beliau menceritakan kepadaku tentang  peran ust. Syamsi Ali untuk menggiring beliau menuju masjid. Menurut beliau, ust. Syamsilah yg menumbuhkan semangat beliau untuk mengurus masjid. Awalnya beliau ragu untuk mengambil peran ini, tetapi setelah diberikan pandangan , beliau mantap utk menjadi pengurus masjid. Yang membuat aku terharu adalah ketika melihat salah satu jari beliau yang terpotong. Jari itu adalah saksi kesungguhan beliau insya Allah dalam memperjuangkan masjid. Ceritanya beliau hendak membuat sesuatu utk masjid, ternyata tangan beliau yang tersayat.Aku mendengar cerita beliau dengan serius dan banyak pelajaran yang bisa aku dapatkan dari beliau.

Sambutan hangat aku rasakan dari tuan rumah. Tidak seperti di Indonesia, di Amerika sulit sekali memiliki pembantu, sehingga semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Makanan untuk tamupun disediakan sendiri oleh tuan rumah.

Jumat, 30 Maret 2012
Hari Jumat itu, aku shalat Jumat di Masjid al-Hikmah. Masjid yang cukup besar itu ternyata penuh oleh jamaah. Tidak seperti di tanah air yang jamaahnya banyak mengantuk, hari itu aku menyaksikan para jamaah sangat antusias mendengarkan khutbah. Temanya juga sangat menyentuh. Khatib menyampaikan tentang peran generasi muda dalam menyiarkan Islam di Amerika dan bagaimana Rasulullah memberdayakan generasi muda untuk berdakwah. Khatib menyampaikan tentang cerita Mush’ab bin Umair yang dikirim oleh Rasulullah saw ke Madinah. Kesuksesannya luar biasa, ketika Rasulullah hijrah, tidak ada satupun rumah yang tidak ada orang Islamnya. Khatib juga menyebutkan bahwa sekarang Islam di Amerika tumbuh dengan pesat, bahkan dikatakan the fastest growing. Beliau menghimbau kepada seluruh jamaah untuk mengambil peran dakwah yang sangat subur ini. Karena kesempatan ini kalau kita sia-siakan..maka Allah akan mengganti kita dengan generasi lain yang siap untuk mengambil peran ini…ungkap beliau.

Setelah Jumat, aku sempat berbincang-bincang dengan orang-orang tua yang punya jasa besar membangun masjid al-Hikmah New York. Di antaranya aku bertemu dengan Bapak Ahmad Padang dan ibu, bapak Hardadi dan Ibu, Ibu Titik dan Ibu Sarijo. Mereka menceritakan nostalgia perjuangan mereka mendirikan masjid ini, dari mengumpulkan dolar perdolar, membawa palu sendiri untuk menjadikan ware house supaya berbentuk masjid. Hingga ketika Pak Harto datang ke New York, akhirnya Pak Harto menyumbang cukup besar utk masjid sehingga terbangunlah masjid yang cukup refresentatif buat jamaah. Masjid ini sekarang di bawah naungan Indonesian Muslim Community New York.

Masjid al-Hikmah adalah salah satu dari sekian banyak yang berdiri di Kota New York. Menurut Ust. Syamsi Ali, diperkirakan masjid di New York sampai hari ini (1 April 2012) sekitar 700-an masjid dan jumlah muslimnya diperkirakan 8-10% dari masyarakat Kota New York yang sekarang diperkirakan 8-10 juta penduduk. Pertumbuhan ini sungguh fantastic, karena survey tahun 2002 menyebutkan bahwa masjid di New York diperkirakan berjumlah 100-an lebih masjid saja (Dodds and Grazda, 2002), dan jumlah muslimnya hanya sekitar  579 ribu (Ba Yunus and Kone, 2004).

Meskipun masjid al-Hikmah merupakan masjid komunitas orang Indonesia, masjid ini tetap terbuka menerima masyarakat muslim dari komunitas lain. Saat aku shalat Jumat di sana, aku melihat banyak sekali muslim dari komunitas lain yang shalat di sini, di antaranya orang Pakistan, Bangladesh, Afrika, dan orang kulit putih sendiri. Dan khatib saat itupun berasal dari keturunan Bangladesh yg sudah berkebangsaan Amerika.

Indonesian Muslim Community


Jumlah komunitas muslim Indonesia di New York sulit untuk diketahui secara pasti. Tapi menurut pengurus masjid, untuk menghitung angka perkiraan penduduk muslim Indonesia di New York bisa dilakukan dengan menghitung jumlah jamaah yang shalat Idul Fitri di masjid itu. Pendekatan ini dianggap lebih mendekati kebenaran, karena orang Indonesia umumnya berkumpul di masjid untuk merayakan Idul Fitri di negeri orang.  Jika masjid al-Hikmah bisa menampung sekitar 600-an jamaah lalu ditambah dengan basement dan halaman yang dipenuhi juga oleh jamaah dan sholat Idul Fitri biasanya harus dilakukan dua kali, maka angka masyarakat muslim Indonesia di New York diperkirakan sekitar 2000-an orang.

Masjid al-Hikmah diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1995. Sebelumnya masjid masih berbentuk gudang dan bahkan sebelum masjid ada, tahun 1980-an masyarakat muslim Indonesia sudah mengadakan pengajian dari rumah ke rumah. 

Pelatihan The 7 Islamic Daily Habits
Sabtu, 31 Maret 2012



Hari sabtu dan ahad, 31 Maret-1 April 2012 adalah hari bersejarah buat diriku. Betapa tidak, pelatihan The 7 Islamic Daily habits yang aku gagas alhamdulillah bisa sampai ke ujung dunia. Aku ditakdirkan untuk menyampaikan pelatihan ini di New York, yang beda jamnya dengan Pontianak dan Jakrta antara 12 sampai dengan 13 jam tergantung dengan musimnya.  Acara ini diselenggarakan di basement Masjid al-Hikmah yang menampung cukup banyak jamaah.

31 Maret 2012, Jam 11 waktu New York, acara Pelatihan The 7 Islamic Daily Habits dimulai. Sebagaimana biasa, di pembukaan aku menyampaikan urgensi dari pelatihan ini lalu dilanjutkan dengan menjelaskan habit demi habit…dan Alhamdulillah acara sesi hari pertama berakhir di hari itu dengan habit yang ke-3 sekitar pukul 17.45. Hari pertama berjalan dengan lancar dan masyarakat menerimanya dengan antusias sekali.

Bermalam di New Jersey
Setelah acara, aku diajak oleh Pak Budi menginap di rumahnya di New Jersey, Negara bagian yang bertetangga dengan New York dan hanya di pisah oleh jembatan George Washington. Pak Budi adalah seorang professional yang bekerja sebagai tenaga IT  di PBB dan salah seorang pengurus di masjid al-Hikmah New York. Sekitar jam 10.30 aku dan Pak Budi bertolak kembali menuju New York untuk melanjutkan acara pelatihan hari kedua.

Ahad, 1 April 2012
Hari kedua, ahad, 1 April, suasana pelatihan semakin hangat. Hari kedua ini aku isi dengan menyelsaikan 4 habits berikutnya .  Kebahagianku bukan sekedar karena mendapat respons yang sangat positif dari peserta, tapi karena pelatihan ini juga dihadiri oleh Bapak Ahmad Padang sebagai sesepuh, penggagas dan pendiri masjid al-Hikmah serta ust. Syamsi Ali, tokoh ulama di kota New York yang berasal dari Indonesia.        
Seelsai acara aku menyempatkan diri untuk berfoto bersama masyarakat Indonesia di New York. Setelah itu aku kembali ke rumah Bapak Amir Sumaila yang juga setia mengikuti pelatihan selama dua hari berturut-turut.               
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Living Qur'an Sunnah Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger