Agar Biduk Tidak Pecah
Bahtera
rumah tangga memang banyak menyimpan misteri. Ia tak pernah henti-hentinya
dibincangkan dari berbagai macam pendekatan.Dalam mengarungi samudera
kehidupan, tidak jarang kita menemukan bahtera ini oleng diterpa oleh badai kehidupan
yang bertiup kencang. Ada sebagian yang selamat, tapi cukup banyak yang
akhirnya pecah sebelum sampai ke pulau idaman.
Pecahnya biduk pernikahan ini memang bisa dipicu dari berbagai macam
faktor, diantaranya, rancangan pembuatan kapalnya tidak matang, bahan dasar
yang tidak berkualitas, angin bertiup terlalu kencang, nakhoda yang tidak
piawai, anak buah yang tidak taat, job kerja yang tidak jelas, atau tidak
pernah melakukan evaluasi apakah kapalnya masih dalam keadaan prima atau sudah
ada bagian yang harus diperbaiki supaya kerusakannya tidak menjalar kebagian
yang lain.
Dalam makalah ini,
kami ingin mengajak para peserta untuk mengkaji ulang khazanah Islam tentang
seluk beluk kehidupan rumah tangga Rasulullah yang telah diabadikan dan ditulis
dengan tinta emas oleh para sejarahwan muslim. Dr.Aisyah Abdurrahman
mencatat :….”Dalam rumah beliau terdapat
kebahagiaan yang tidak akan dapat dicapai siapapun. Rumahnya indah, meski
sangat sederhana. Ia lebih mengutamakan hidup dalam rumahnya sebagai orang yang
zuhud. Beliau tidak pernah memaksakan sesuatu apapun terhadap isteri-isterinya
Kehidupan keluarganya penuh vitalitas, cemerlang, tidak pernah mengenal
kegersangan jiwa dan kehampaan cinta. Beliau selalu memberikan kebebasan kepada
isterinya untuk mengatur dan mengembangkan kreasi mereka, dia selalu isi
kehidupan rumah tangganya dengan kehangatan dan kebersamaan yang menyenangkan.”
(Nabi Suami teladan, Nasy’at al Masri, Hal :25).
Meskipun ungkapan di
atas adalah benar, tidak berarti rumah tangga beliau tidak pernah mengalami
riak. Beliau juga adalah seorang manusia yang merasa tenang dan gelisah karena
sikap para isterinya, disibukkan dengan masalah anak-anaknya, mengalami duka
derita seperti anak Adam lainnya, merasakan manisnya cinta dan pahit getirnya
kehidupan. Dia juga mempunyai cita-cita, namun senang pada kehidupan zuhud dan
sederhana, pernah merasa kuatir, merasa rindu dan kasih sayang.
Mengutip ungkapan
dari Abu Hudzaifah yang mengatakan : “Banyak orang bertanya kepada Rasulullah
tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepadanya tentang kejelekan, khawatir
akan terjadi dan menimpaku… maka makalah
ini akan menampilkan riak-riak rumah tangga Rasulullah, dan bagaimana beliau
mengatasinya, mudah-mudahan menjadi cermin buat kehidupan kita pada hari ini.
1.
Bertahan dalam masa susah
Rasulullah dan
Khadijah hidup dalam dua orde, orde pra risalah, dan orde awal kenabian yang
merupakan masa-masa sulit perjuangan. Masa awal pernikahan, kehidupan beliau
jalani dengan begitu indah. Muhammad bangga dan bersyukur atas kecerdasan,
kecantikan wajah dan perangai isteri tercintanya. Sedangkan Khadijah penuh
kasih sayang dan kelembutan, dan sangat bangga dengan suaminya. Wanita mulia
itu banyak memberikan ketenangan dan ketentraman kepadanya, mendorong semua cita-cita
dan optimis.
Buah perkawinan ini melahirkan dua orang putera dan
empat puteri. Masing-masing Qasim dan Abdullah yang meninggal dunia pada waktu
bayi, Ruqayyah, Zainab, Ummu Kultsum dan Fatimah.
Tetapi menjelang dan setelah Nabi menerima risalah
dari Tuhannya, beliau banyak pergi meninggalkan keluarga, sering diintimidasi,
dicaci, dihina, dilempar kotoran, dijalan dihalngi dengan duri, dan puncaknya
blokade multi dimensi, tidak saja ekonomi, tetapi juga sosial, politik dan
lainnya.
Sang isteri yang terbiasa hidup enak ini ternyata
tidak luntur kesetiaannya di saat menghadapi masa-masa sulit kehidupan.
Beliaulah yang membawa kesejukan kepada Nabi setelah mengalami berbagai
perlakuan dari kaumnya .
Pengorbanan Syaidatina Khadijah terlihat dalam
berbagai ragam kehidupannya, dan diakhiri dengan kepergiannya ke Su’ab Abi
Thalib di Jabal Abi Qubais bersama Rasulullah, dimana keluarga Bani Hasyim dan
Bani Mutthalib keluar dari Makkah, sesudah ada maklumat pengepungan dan perang
dari kaum Quraisy. Mereka adakan persekongkolan dan perjanjian tertulis, akan
melawan, memutuskan hubungan dan mengasingkan Muhammad beserta keluarganya
dalam Syu;ab Abu Thalib. Naskah perjanjian itu dikenal dengan nama Shahifah
al-Muqatha’ah, naskah pemutusan hubungan yang mereka tempelkan di dinding
Ka’bah. Blokade ini berlangsung tiga tahun.
Kemudian
sesudah bertahan dengan tabah selama masa itu, Kahdijah dan Rasulullah kembali
ke rumah mereka di Makkah. Khadijah kelihatan sangat letih sekali, wajahnya
pucat dan tubuhnya kurus, karena dalam usia tuanya dia harus menghadapi
berbagai tantangan, ancaman dan pengepungan berapa tahun lamanya. Beberapa hari
setelah itu, ia sakit dan kembali dengan tenang menghadap sang Khaliq dihadapan
Rasulullah SAW.
2.
Menghadapi Fitnah.
Isu tentang
perselingkuhan Aisyah dengan sahabat Shafwan bin Mu’atthal sangat terkenal.
Intinya adalah adanya suara sumbang tentang Aisyah di saat Aisyah dan Shafwan
datang ke Madinah hanya berdua, karena tidak bisa mengejar rombongan yang lain.
Shafwan adalah sahabat yang ditugaskan mengikuti pasukan dari belakang. Di saat
melihat Aisyah yang tertiggal dari rombongan ia terperanjat, dan akhirnya
mempersilahkan Aisyah untuk naik ke atas kudanya dengan dituntun oleh Shafwan.
Shafwan mempercepat ontanya agar dapat menyusul rombongan, namun usahanya tidak
berhasil, dan baru masuk Madinah di saat hari sudah siang.
Terdengar desas-desus orang yang menggunjingkan Aisyah
: Kenapa Aisyah tertinggal dari pasukan dan pergi berdua dengan Shafwan,
padahal Shafwan seorang laki-laki tampan yang masih muda belia ?
Aisyah sendiri tidak tahu isu ini beredar apalgi
setelah beberapa hari tiba di Madinah, beliau jatuh sakit…
Aisyah dirawat di rumah ibunya lebih dari 20 hari
sampai beliau sembuh..
Akhirnya berita tersebutpun sampai ke telinga Aisyah,
disampaikan oleh seorang wanita dari kaum muhajirin. Setelah mendengarnya,
hampir saja ia tidak sadarkan diri, karena fitnah yang sangat besar itu. Ia pergi menemui
ibunya untuk menegur kelalaian karena tidak memberitahukan berita itu
kepadanya. Dengan suara yang tercekik di kerongkongan dia berkata : Semoga
Allah mengampuni dosamu ibu, orang di luar menggunjingku, namun ibu tidak
memberitahukan hal itu kepadaku.
Ia lantas teringat dengan sikap Rasulullah yang
mendadak berubah, agak dingin kepadanya, tidak suka bercanda seperti biasanya,
dan kalau didekati, beliau bagai orang yang kehabisan kata-kata. Namun Aisyah
juga tidak tahu apa yang harus dilakukan..
Rasulullahpun tidak kalah gelisah dan bingungnya
seperti Aisyah, beliau merasa sangat terganggu dengan gunjungan terhadap
isterinya. Akhirnya ia terpaksa mengundang beberapa sahabat pilihan untuk
meminta pendapat mereka. Beliau pergi memanggil Ali dan Usamah bin Zaid, dan
meminta pendapat mereka. Setelah itu beliau pergi menemui isterinya dirumah
orang tuanya…Kalrifikasi informasi terus dilakukan sampai turun wahyu kepada
Nabi tentang pembebasan Aisyah dari fitnah.
Ada beberapa hal yang dapat kita ambil dari peristiwa
tersebut :
a. Agar kita selalu mawas diri dalam
menghadapi hal yang meragukan, terutama dalam hal yang menyangkut nama baik
seseorang dan menyangkut keutuhan rumah tangga.
b. Untuk suami jangan mengungkapkan
keraguannya hanya karena mendengar cerita orang, agar tidak menambah keruh
permasalahan.
c. Ketika membicarakan hal yang
meragukan, hendaklah dengan kelembutan dan sikap hati-hati, jauh dari emosi dan
sikap memojokkan si tertuduh.
d. Sebaiknya memberitahukan masalah
itu kepada isteri setelah beberapa waktu, agar tidak termakan oleh emosi yang
akan mengganggu isteri, dan menghindari gambaran yang tidak pada tempatnya.
Haruskah
dengan marah ?
Marah adalah pangkal
bencana. Oleh sebab itu, berfikirlah yang matang sebelum kemarahan itu keluar.
Kehidupan suami isteri itu suatu saat pasti akan ada angin badai atau
masalah-masalah lainnya. Nabi SAW pernah menghadapi berbagai tuntutan dan
godaan dari para isterinya, seperti tuntutan tambahan uang belanja setelah para
isteri beliau melihat kaum muslimin sudah mulai merasakan kemakmuran. Nabi
tidak setuju merubah pola hidup bersahajanya dengan kehidupan borju, dan
memilih untuk mengalirkan harta yang dimilikinya untuk bersedekah. Rasulullah
saw tidak senang melihat gelagat para isterinya tersebut, dan beliau memilih
menyepi dari para isteri dan sahabatnya untuk pembelajaran.
Rasulullah sendiri sebenarnya tahu bahwa tuntuan itu adalah keinginan
alami para isteri. Sehingga beliau tidak setuju dengan tindakan Abu Bakar yang
ingin campur tangan akan memukul puterinya Aisyah, karena turut melakukan aksi
tuntutan, begitu juga Umar yang akan memukul Hafshah.
Beliau tahu bahwa apa yang diinginkan isterinya itu adalah masalah
perasaan dan kecenderunga manusiawi, yang senantiasa pasang surut, yang tidak
dapat dipadamkan dengan kekerasan atau ditekan dengan tangan besi. Beliau
membiarkan masalah itu sampai turun ayat : “Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu : Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah aku berikan kepadamu. Aku akan memberikan apa yang
kamu minta dan akan menceraikanmu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian
menghendaki keridhaan Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan akhirat, maka
sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara kamu
pahala yang besar”. (Al Ahzab :28-29)
Ternyata semua isterinya, tanpa tekanan dan paksaan, telah memilih Allah
dan RasulNya..
Begitulah… setiap problem beliau
hadapi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, dan akhirnya beliau berhasil
sebagai pemenang. Dalam menghadapi kemelut rumah tangganya, acapkali beliau
atasi seorang diri dengan modal “bersabar dalam menghadapi kemarahan”.
Sesungguhnya kebakaran dapat terjadi hanya disebabkan oleh sebatang korek api
yang kecil.
Mengungkapkan sesuatu yang tidak disukai…
Ketika Nabi hendak melamar Ummu Salamah dan mengungkapkan maksudnya,
Ummu Salamah berkata :” Ya Rasulullah ! Siapa yang tidak senang dengan orang
seperti Anda, tetapi aku adalah seorang wanita yang memiliki sifat cemburu
tingkat tinggi, aku khawatir Anda melihat sesuatu yang seharusnya tidak
layakdariku, sehingga Allah mengazabku.
Disamping itu, aku ini sudah tua dan memiliki tanggungan. Rasulullah SAW
menjawab : Apa yang engkau khawatirkan tentang sifat cemburu yang berlebihan,
mudah-mudahan Allah akan menghapuskannya. Sedangkan masalah usia, Aku juga
sudah senja sebagaimana yang engkau alami. Adapun masalah tanggungan, maka
tanggunganmu adalah tanggunganku.
Dalam cerita lain, Syuraih al Qadhi, seorang ulama terkemuka telah
meminang seorang budak perempuan dari Suku Tamim. Pesta pernikahan dirayakan
begitu meriah. Setelah pesta pernikahan berakhir dan para tamu sudah mulai
meninggalkan rumah pengantin, maka Syuraih pun mendekati isterinya. Isterinta
berkata : Kakanda , aku ini wanita yang belum mengenali dirimu secara mendalam.
Oleh karena itu, terangkan kepadaku apa-apa yang engkau sukai, Insya Allah akan
aku laksanakan, dan apa-apa yang engkau benci,Insya Allah akan aku
hindari…Syuraih menjawab : Wahai dindaku…! Sungguh engkau telah mengucapkan
kata-kata manis dan tepat kepadaku. Sebenarnya memang ada beberapa hal yang aku
sukai dan tidak aku sukai. Insya Allah kita akan selalu berdua selamanya hingga
kakek nenek. Jika ada hal yang baik dariku, maka katakanlah kepadaku. Dan
sebaliknya, jika ada hal yang buruk, maka rahasiakanlah…!
Posting Komentar