إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى
مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدّيْن.
( يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ )، (يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا) ، ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا) أَمَّا بَعْدُ :
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
Kalimat taqwa
yang didefinisikan secara umum oleh ulama dengan ungkapan melaksanakan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya mejadikan taqwa mencakup
segala aspek kebaikan, baik hubungan kita dengan Allah (hablun minallah) maupun
hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).
Amalan-amalan
yang terkait dengan hablun minallah seperti berpuasa, tarawih, istighfar, taubat,
banyak berdoa, tilawah, dst sangat banyak dikaji dan diamalkan orang. Tetapi
taqwa sebenarnya tidak hanya mengajarkan hablun minallah, tetapi juga hablun
minannas.
Di antara model kebaikan yang hendak dibangun
oleh Ramadhan adalah rasa empati terhadap sesama yang kita sebut dalam khutbah
ini sebagai taqwa sosial.
Dalam teori
ukhuwah, persaudaraan dan semangat untuk saling mengayomi (takaful) akan
terealisasi jika didahului oleh ta’aruf (saling mengenal), tafahum
(saling memahami), dan ta’awun (saling membantu). Jika kita menerapkan teori ini untuk membuktikan tesis
bahwa Ramadhan dapat membangun taqwa sosial, maka kita akan sampai kepada
kesimpulan bahwa Ramadhan kaya dengan praktek-praktek pemenuhan aspek-aspek
teori di atas.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
A. Ramadhan mengajarkan
kita untuk saling ta’aruf
Allah
memerintahkan kaum muslimin agar selalu membuka diri dan banyak melakukan
kontak dengan orang. Membuka diri kepada banyak orang memang bukan pekerjaan
tanpa resiko, karena dari sini proses saling mempengaruhi bergulir. Kalau kita
tidak tanggap,maka boleh jadi membawa petaka, kita bisa terseret dalam perilaku
negatif. Karenanya saat memerintahkan ta’aruf dalam ayat 13 Surah al Hujurat,
Allah mengarahkan ta’aruf kepada sasaran membangun semangat
berlomba-lomba untuk mencapai derajat taqwa.
Semangat taqwa
ini tidak mungkin ditemukan dalam komunitas yang tidak kenal Allah, tidak
melaksanakan perintah-Nya, dan hanya berlomba-lomba meraih kesenangan sesaat.
Tetapi ia ditemukan dalam kelompok masyarakat yang hanif, memiliki
kepedulian terhadap perintah Allah, dan tidak senang kemaksiatan
merajalela.
Dalam menjalin
ta’aruf ini, Rasulullah mengarahkan kita untuk mencari teman yang baik dan bisa
mentransfer kebaikannya kepada kita, bukan sebaliknya. Rasulullah saw bersabda
:
عَنْ
أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ
وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ
تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ
الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً (
رواه مسلم )
“Dari
Abi Musa, dari Nabi SAW : Perumpamaan sahabat yang saleh dan sahabat yang tidak
baik seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin
memberimu minyak wangi, atau engkau membeli darinya, atau
minimal kamu mencium aroma harumnya. Sedangkan pandai besi, mungkin akan
membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau mencium aroma yang tidak sedap”
(HR.Muslim)
Bahkan
dalam hadits yang lain, Rasulullah menyebutkan bahwa teman kita memiliki peran
dominan dalam kualitas keberagamaan kita.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
“Dari
Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda : Seseorang itu terkait erat
dengan agama saudaranya. Hendaklah engkau memperhatikan dengan siapa dia
berteman” (HR.Tirmidzi, An Nasa’I, Ahmad)
Ramadhan secara intensif
mengarahkan kita untuk bertemu dengan kelompok masyarakat yang saleh atau yang
ingin berubah menjadi saleh. Di antara sarana-sarana ta’aruf di bulan Ramadhan
adalah sahur bersama keluarga. Keluarga yang sibuk merasakan saat sahur bersama
keluarga adalah sarana untuk lebih saling mengenal dan lebih dekat dengan
anggota keluarga.
Sarana
lain adalah buka puasa bersama. Ini bisa dilakukan untuk membangun komunikasi
dengan komunitas baru, atau ingin mempererat hubungan dengan komunitas yang
sudah ada. Bisa dilakukan di keluarga besar, paguyuban, RT, Masjid,
perkantoran, antara guru dengan siswanya, dengan rumah-rumah panti asuhan,
panti jompo, narapidana dan sebagainya.
Salat
tarawih adalah juga sarana efektif untuk ta’aruf. Jika pertemuan sholat ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, insyaallah akan lebih
mendekatkan kita dengan saudara kita yang lain.
Tadarus
bersama, dengan membaca al Qur’an dan mengkaji beberapa maknanya adalah juga
sarana ta’aruf yang baik.
Sedang
ta’aruf yang paling intensif bisa
dilakukan pada saat I’tikaf, di mana kita memiliki kesempatan untuk tinggal
bersama selama 10 hari di dalam satu masjid, dengan tujuan sama ingin
mendekatkan diri kepada Allah.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
B. Ramadhan mengajarkan kita untuk saling tafahum
Jika sarana-sarana yang tersedia di
atas bisa dimanfaatkan dengan baik, kita akan mengenal lebih dekat saudara
kita, baik secara fisik, psikologi, maupun pemikirannya.
Kesalahpahaman sering terjadi
akibat tidak tergalinya informasi tentang teman kita secara baik. Padahal
dengan pengenalan yang baik itu kita akan terhindar dari larangan allah seperti
mudah marah, berburuk sangka, dan membincangkan yang tidak pada tempatnya
tentang teman.
Untuk membangun sikap mudah
memahami teman, Ramadhan mengajarkan kita agar tidak mudah marah, tidak boleh
berburuk sangka dengan orang, dan tidak
boleh ghibah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا
يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
إِنِّي صَائِمٌ (رواه مسلم)
“Dari
Abu Hurairah RA. Jika kalian berpuasa, hendaklah tidak berkata kotor dan
sembrono. Apabila ada orang yang mengumpatnya atau mengajaknya untuk berkelahi,
katakanlah : aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR.Muslim)
Dalam
hadits lain disebutkan :
قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ
يَخْرِقْهَا (رواه النسائي )
“Puasa
itu adalah benteng, selama tidak ada yang menembusnya”. Dalam Sunan Ad Darimi disebutkan, yang bisa merusak
benteng puasa itu adalah ghibah.
Larangan Allah untuk marah, buruk
sangka, dan ghibah ini baru bisa kita lakukan manakala kita telah mengenal
saudara kita dengan baik. Dengan demikian, larangan marah ini tidak berdiri
sendiri, tetapi didahului dengan saling mengenal secara baik lewat
sarana-sarana Ramadhan yang disebut di atas.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
C.Ramadhan mengajarkan kita untuk saling ta’awun
Setelah kita mengenal baik saudara
kita, kita akan memahami kecenderungan
jiwa maupun kondisi ekonomi mereka.
Orang yang memahami kondisi saudaranya secara umum lebih mudah untuk membantu
daripada orang yang tidak kenal sama sekali.
Sasarannya adalah orang-orang miskin yang terdeteksi dari interaksi
mereka yang panjang selama Ramadhan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا
قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ (أبو داود)
“Dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW mewajibkan zakat
fithrah sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak pantas,
dan untuk memberikan makan buat orang-orang miskin…” (HR.Abu Dawud)
Selain zakat fithrah, Rasulullah SAW
mencontohkan kepada kita untuk lebih dermawan di bulan Ramadhan. Dalam sebuah
hadits disebutkan :
عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ
أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رمضات...(صحيح مسلم)
“Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW adalah orang yang paling
dermawan dalam bidang kebajikan, dan kedermawanan beliau meningkat selama bulan
Ramadhan”.
Taqwa tidak dapat diraih dengan
mengabaikan aspek sosial dan hanya sibuk dengan urusan pribadi. Bukan hanya
taqwa yang tidak diraih, bahkan keimanan kitapun menjadi tanda tanya besar,
apakah benar kita orang yang beriman, atau kita adalah orang yang hanya mengaku
beriman tanpa bukti. Orang yang perlakuannya kasar dengan anak yatim dan tidak
peduli dengan orang miskin dikatakan orang yang mendustakan agama. Allah
berfirman :
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ(1)فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ(2)وَلَا
يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ(3)
“Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberikan makan orang miskin”. (Al Maa’uun : 1-30 )
Sebaliknya, orang yang peduli dengan
sesama digambarkan secara jelas oleh Allah sebagai salah satu variable meraih
taqwa. Allah berfirman :
وَسَارِعُوا
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ(133)الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(134)
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.
(Yaitu) orang-orang yanag menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang
maupun sempit…” (QS.Ali Imran : 133-134)
Sedangkan di tempat yang lain, Allah menggandengkan
kalimat suka memberi dengan taqwa, sebagai isyarat bahwa dua kalimat adalah
kembar siam. Apabila dipisahkan, maka taqwa tidak mungkin diraih.
Ramadhan adalah bulan motivasi
meningkatkan kepedulian sosial, mudah-mudahan kita terpacu meraihnya, karena
tanpanya tujuan puasa “La’allakum Tattaqun” tidak akan terealisasi
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم
Posting Komentar