Latest Post
20.28
Resensi Buku 7 Islamic Daily Habits dari Jannahtees.wordpress.com
Written By mouzlim on Selasa, 12 Agustus 2014 | 20.28
Inilah 7 kebiasaan yang berangkat dari kalam Allah. Setiap kali engkau lupa dalam membentuk kebiasaan baru ini, engkau tak perlu bersusah-susah. Cukup ingat satu kata kunci saja: Al-Fâtihah!
Jika engkau suka menghukum buku berdasarkan sampulnya, tentu yang ada di benakmu saat membaca judul buku ini adalah: imitasi karya Covey. Dan, saya berani pastikan untukmu, bahwa engkau salah.
Cara berpikir judging book by its cover tentu akan berujung pada: buku mana yang naik cetak lebih dulu; dan, buku yang datang belakangan adalah tiruan dari buku sebelumnya. Saya pikir, tak ada jaminan buku yang dicetak lebih dulu memiliki ide yang lebih otentik. Di samping itu, bicara otentisitas ide tak pernah ada ujungnya. Terlepas dari siapa yang memulai ide, “Bad artists,” kata Picasso, “copy; good artists steal”.
Setelah membaca dua buku berjudul awal sama, yang pertama “The 7 Habits of Highly Effective People [7HHEP]” (terbit 1993) karya Stephen Covey, dan kedua yang baru beberapa pekan lalu saya terima hand-delivered dari penulisnya, “The 7 Islamic Daily Habits [7IDH]” (terbit 2008) oleh DR. Harjani Hefni; saya bisa menyimpulkan bahwa buku ini tidak ada kemiripan dari segi isi kecuali satu hal: kedua buku ini –secara langsung ataupun tidak—tidak menuntut pembacanya untuk merampungkan buku secepat mungkin, melainkan untuk melaksanakan pesan-pesan yang dibawa buku tersebut.
Pada bagian How to Use This Book, Covey menulis secara spesifik mengenai hal ini, “First, I would recommend that you not “see” this material as a book, in the sense that it is something to read once and put on a shelf. You may choose to read it completely through once for a sense of the whole. But the material is designed to be a companion in the continual process of change and growth.”
Begitu juga dalam Mukaddimah buku 7IDH, penulis menyebutkan, “Selaku seorang muslim, saya sangat meyakini bahwa firman Allah SWT adalah sumber berpijak yang paling kokoh dalam merumuskan ide-ide besar buat perbaikan nurani manusia.” Dan, buku Harjani adalah karya yang totalitas berangkat dari semangat firman Allah yang terangkum dalam Surat Al Fatihah.
Selain dari tuntutan untuk menjadikan buku ini menjadi—sebagaimana judulnya yang mengambil kata—habit (kebiasaan), dua buku ini memiliki selisih perbedaan yang jauh. Perbedaan itu terbaca bahkan dari paradigma berpikir setiap penulisnya. Ketimbang berbicara masalah kopi-mengopi yang tak bisa dibuktikan, saya lebih cenderung melihat kedua buku ini sebagai perbandingan.
Memang, dari sisi materi, sekilas, pada dua buku ini terdapat beberapa ‘kesamaan’. Seperti habit ke-2 dalam 7HHEP, begin with the end of mind(merujuk pada tujuan akhir); habit ke-4 dalam 7IDH disebutkan hal yang sama. Hanya saja, Covey memberikan defenisi end of mind-nya dengan kematian dan Harjani mengatakan bahwa akhir dari end yang sesungguhnya bukanlah kematian, melainkan akhirat. Namun, sekali lagi, justru dari kemiripan ini kita bisa membedakan bahwa kedua penulis berangkat dari paradigma yang jauh berbeda. Sebab, menurut Prof. DR. Juni Pranoto, pakar mindset Indonesia, seluruh buku-buku motivasi tak terlepas dari 7 ayat yang disebutkan dalam Surat Al Fatihah ini.
Inilah yang kemudian membuat saya sangat tertarik dengan 7IDH.
The 7 Islamic Daily Habits merupakan 7 kebiasaan yang diambil dari 7 ayat dalam Surat Al Fatihah. Buku ini berangkat dari keprihatinan penulis terhadap fakta bahwa Al Fatihah selalu dibaca oleh umat Islam, namun tak berbekas. Dalam teori komunikasi, hal yang selalu diulang-ulang biasanya dengan mudah menjadi kebiasaan (habit), namun, untuk Al Fatihah, kebanyakan kita hanya membacanya di lidah tanpa meninggalkan pengaruh sama sekali—apalagi menjadi kebiasaan. Atau yang lebih disayangkan, Al Fatihah lebih sering dibacakan untuk orang mati sementara surat ini Allah turunkan untuk orang hidup.
Disebabkan oleh fenomena ini, dengan semangat membumikan Al Fatihah, mengajak umat Islam untuk memahami Al Fatihah tidak sebatas bacaan melainkan aplikasi yang bisa langsung dipraktekkan, penulis menyusun buku ini.
Dalil mengenai keutamaan Al Fatihah tidak satu-dua disebutkan oleh Rasulullah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Allah tidak pernah menurunkan di dalam Taurat maupun Inil seperti Ummul Quran. Ia adalah tujuh ayat yang berulang (assab’ul matsani), ia terbagi dua, antara Allah dengan hamba-Nya, dan bagi hamba-Nya tergantung apa yang dia minta.”
Sebuah penelitian pernah membuktikan bahwa Surat Al Fatihah merupakan satu-satunya surat yang tak pernah terhenti diperdengarkan di planet ini. 17 kali (sesuai jumlah rakaat shalat) sehari semalam. Dan, untuk setiap waktu, akan selalu didapati umat Islam yang melakukan shalat. Jika di sini shalat sudah rampung dilaksanakan, maka di tempat lain dengan zona waktu berbeda, shalat mungkin saja tengah didirikan. Maka, Al Fatihah tak pernah terputus dilafadzkan umat manusia sejak pertama turunnya ayat ini sampai detik engkau membaca resensi ini.
Tujuh ayat dalam Al Fatihah inilah yang menjadi 7 model kebiasaan yang harus dididik muslim dari dini.
Kebiasaan pertama, Bismillâhirrahmânirrahîm: Bismillah setiap memulai perkerjaan.
Memulai setiap pekerjaan dengan bismillah merupakan kunci kebiasaan pertama. Dengan logika sederhana, kita bisa menjamin, mereka yang selalu memulai pekerjaan dengan bismillah tak akan pernah melakukan perbuatan buruk. Muslim mana yang mau membaca bismillah sebelum korupsi, mencuri, mengkonsumsi ganja, minum alcohol, berzina, nonton porno, pacaran atau nembak cewek? Maka, dengan komitmen membaca bismillah setiap awal kerja mampu menjadi perisai pertama menjauhi dosa.
Kebiasaan kedua, Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamîn: Bersyukur atas segala nikmat.
“Menakjubkan sekali perkara orang mukmin itu,” ucap Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, “bahwa perkara mereka seluruhnya adalah baik. Hal ini tak akan dimiliki siapapun kecuali orang mukmin. Jika kebaikan mendatangi, mereka bersyukur; hal tersebut baik buat mereka. Dan jika keburukan menghampiri, mereka bersabar; itupun baik buat mereka.”
Mindset ini, bagi saya, jauh lebih dalam ketimbang think win win-nya Covey. Untuk berbahagia tentunya menuntut alasan yang kuat dan logis. Agaknya, hanya mereka yang beriman saja yang memiliki alasan berpikiran sebenar-benar think win win, sebab, mereka percaya pada setiap kebaikan bahkan keburukan, selalu ada peluang menang (win).
Kebiasaan ketiga, Arrahmânir Rahîm: Berfikir positif terhadap Allah SWT.
Seorang yang mengimani Allah sebagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang tak akan berpikiran negatif juga pesimis. Meyakini ayat ini secara benar akan membawa kita untuk tetap optimis. Pada bab ini, penulis memberikan 6 tips berpikiran positif yang mampu membawa kita menjadi pribadi proactive, yaitu:
- Latih diri membaca kasih sayang Allah di sekitar kita.
- Tata jiwa menghadapi kehilangan atau kepergian seseorang.
- Tanamkan keyakinan bahwa dalam kesulitan ada kemudahan.
- Hilangkan penyakit-penyakit mental yang menghambat kemajuan.
- Baca kelebihan yang ada pada diri.
- Jangan ragu; bertawakkallah kepada Allah.
Kebiasaan keempat, Mâliki yaumid dîn: Berorientasi akhirat.
Bagi saya, inilah kebiasaan begin with the end of mind yang sesungguhnya. Hal apa lagi yang bisa menjadi lebih akhir ketimbang akhirat? Berorientasi akhirat memberikan kita kesadaran tentang terbatasnya hidup, temporalnya dunia, menjauhi panjang angan-angan, memperbanyak ingat kematian, mengoptimalkan usia muda, memanfaatkan waktu sehat dan senggang, memperhatikan kondisi iman, teliti terhadap rejeki, giat menggali ilmu, mewaspadai dosa dan fokus kepada satu dari dua pilihan saja: surga atau neraka.
Kebiasaan kelima, Iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în: Beribadah dan berdoa.
Ibadah dan doa merupakan jalan terbaik yang membawa kebahagiaan. Kebahagiaan, sebagaimana telah jamak diketahui, tidak terletak pada materi, namun di hati. Dan, Allah-lah yang membolak-balikkan hati manusia. Maka, memperbanyak mengingatnya benar-benar menangkan hati.
Kebiasaan keenam, Ihdinas shirâthal mustaqîm: Konsisten dalam komitmen.
Meminta hidayah membawa konsekwensi untuk menjaganya juga. Bab ini memberikan beberapa kiat merawat hidayah: [1] Meluruskan akidah, [2] Interaksi dengan Quran dan perbanyak dzikir, [3] meningkatkan mutu ibadah, [4] sinergi dengan dakwah, tarbiyah, kisah perjuangan para Nabi dan meminta nasihat orang shaleh; [5] memiliki lingkungan yang baik, [6] ber-Islam yang wasath(pertengahan) dan [7] mengenali segala penyakit yang merusak hidayah. Pada akhirnya, mereka yang terbiasa merawat hidayah akan terbiasa pula untuk konsisten dalam setiap komitmen.
Kebiasaan ketujuh, Shirâthal ladzîna an’amta ‘alaihim ghairil maghdûbi ‘alaihim wald dhâllin: Bercermin.
Kebiasaan ini mengajak kita mengaca kepada sejarah yang bisa dikelompokkan kepada dua tipe umat manusia: mereka yang menjadi tokoh panutan (alladzîna an’amta alaihim) dan mereka yang harus dihindari (maghdûb ‘alaihim wa dhâllîn).
Inilah tujuh kebiasaan unggul yang mampu membawa kita lebih dari sekedarhighly effective people. Jika kita membaca untuk tidak sekedar tahu, namun juga menjadikan panduan, saya rekomendasikan 7 Islamic Daily Habits ini ketimbang 7 Habits. Alasannya sederhana, jika 7HHEP berangkat dari fakta sosial yang terjadi belasan tahun lalu, maka 7IDH berangkat dari bukti empiris belasan abad silam. Selain itu, 7HHEP menggunakan pola induksi (istiqrâ`) dengan mengumpulkan fakta yang terjadi untuk merumuskan teori. Konsekuensinya, jika fakta berganti, tidak mustahil teori juga berganti. Sementara 7IDH berangkat dari firman Allah yang tidak ada yang lebih benar dari Dia.
Disamping itu, mengingat target buku ini untuk membentuk kebiasaan. Sebagai muslim, kita harus benar-benar selektif dalam memilih. Sebab, kerjaan yang paling merugi adalah, mereka yang berusaha pada hal yang sejatinya salah, namun merasa telah berbuat kebaikan. Diantara opsi pilihan, saya menawarkan buku ini untuk dibaca. Buku ini tidak saja memiliki bahasa yang sederhana dan bisa diterima siapa saja, melainkan juga penyampaiannya lebih dekat ke praktik ketimbang teori.
Inilah 7 kebiasaan yang berangkat dari kalam Allah. Setiap kali engkau lupa dalam membentuk kebiasaan baru ini, engkau tak perlu bersusah-susah. Cukup ingat satu kata kunci saja: Al-Fâtihah!
02.26
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT, hanya Allah yang Maha Besar, sedangkan selain Allah semuanya kecil semata.Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Allah dan untuk mensyukuri nikmatnya. Allah Maha Sempurna, dan nikmat-Nya sungguh tidak bertepi.
Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim yang tidak pernah pilih kasih kepadahambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa.Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh dengan satu komando, hanya tunduk kepada perintah-Nya, baik sukarela ataupun terpaksa.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Khutbah Idul Fithri 1435 H : KEMBALI KEPADA FITRAH
Written By mouzlim on Jumat, 25 Juli 2014 | 02.26
Khutbah Idul Fithri 1435 H
Oleh: Dr.Harjani
Hefni,Lc,MA
Khutbah Pertama
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ :
اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوىَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih,
tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas
kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan
selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوااللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT, hanya Allah yang Maha Besar, sedangkan selain Allah semuanya kecil semata.Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Allah dan untuk mensyukuri nikmatnya. Allah Maha Sempurna, dan nikmat-Nya sungguh tidak bertepi.
Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim yang tidak pernah pilih kasih kepadahambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa.Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh dengan satu komando, hanya tunduk kepada perintah-Nya, baik sukarela ataupun terpaksa.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Semua perintah Allah dan Rasul yang
ditujukan kepada kita bertujuan untuk membersihkan diri manusiadari kesalahan
dan mengangkat derajat manusia sehingga meningkat menjadi manusia mulia.Allah
memerintahkan kita untuk sholat agar kita selalu mengingat-Nya dan kita mampu
menahan diri untuk tidak berbuat fahsya' dan munkar. Zakat bertujuan untuk
membersihkan hati kita dari penyakit tamak dan membersihkan harta dari bagian
orang lain yang dititipkan kepada kita. Haji diperintahkan kepada kita agar
kita siap mengikuti perintah Allah, apapun bentuk perintah itu.Lalu semangat
untuk mengikuti perintah Allah kita kuatkan dengan lisan kita dengan ucapan
'Labbaik'.Aku siap mendengar dan melaksanakan perintah-Mu.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Puasa
diperintahkan kepada kita agar kita memiliki kemampuan menahan diri untuk tidak
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt.Di dalam bulan Ramadhan,
berbagai amalan diperintahkan kepada kita untuk dilakukan. Selain berpuasa itu
sendiri, kita juga diperintahkan dan dianjurkan untuk melaksanakan sholat tarawih, banyak
membaca al-Quran dan mempelajari kandungannya, banyak berinfaq, bertaubat,
beristighfar, dan ber'itikaf di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berbagai amalan yang diperintahkan itu sangat kita perlukan untuk menjadi
hujjah dan alasan buat kita untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Rasulullah
bersabda:
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»(مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ)
Dari Abu
Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: " Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan karena panggilan iman dan hanya mengharap ridho Allah, maka dia akan
diampuni dosa masa lalunya. Barangsiapa yang melaksanakan qiyamullail di bulan
Ramadhan karena panggilan iman dan hanya mengharap ridho Allah maka dosa masa
lalunya akan diampuni oleh Allah. Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada
malam al-qadar, maka dosa masa lalunya akan diampuni oleh Allah.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Itulah
sebabnya kenapa Nabi saw mengajarkan kepada istrinya Aisyah sebuah doa untuk
mendapatkan ampunan dari Allah jika bertemu dengan lailatul qadar.
وَعَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ:
" قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعَفُ عَنِّي
". رَوَاهُ أَحْمد وَابْن مَاجَه وَالتِّرْمِذِيّ وَصَححهُ
'Dari Aisyah RA berkata: Wahai
Rasul, apa yang harus aku ucapkan seandainya aku mengetahui adanya lailatul
qadar? Nabi menjawab: ucapkanlah: Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa
fa'fu 'anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau suka
mengampuni, maka ampunilah daku)."
Karena
besarnya peluang untuk mendapatkan ampunan di bulan ini, maka sungguh sengsara
dan merugi seorang hamba yang dibukakan untuknya pintu ampunan yang sangat
lebar tetapi tidak dimanfaatkan untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَقَى الْمِنْبَرَ، فَلَمَّا رَقَى الدَّرَجَةَ
الْأُولَى قَالَ: "آمِينَ". ثُمَّ رَقَى الثَّانِيَةَ، فَقَالَ:
"آمِينَ".. ثُمَّ رَقَى الثَّالِثَةَ: فَقَالَ: "آمِينَ".
فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! سَمِعْنَاكَ تَقُولُ: "آمِينَ" ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ؟ قَالَ: "لَمَّا رَقِيتُ الدَّرَجَةَ الْأُولَى جَاءَنِي جِبْرِيلُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ
فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ. فَقُلْتُ: آمِينَ. ثُمَّ قَالَ: شَقِيَ
عَبْدٌ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ.
فَقُلْتُ: آمِينَ. ثُمَّ قال: شقي عبد ذكرتَ عنه وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ.
فَقُلْتُ: آمِينَ".
Dari Jabir bin Abdullah RA berkata:
sesungguhnya Nabi SAW naik ke atas minbar. Ketika naik ke tangga pertama,
Beliau mengatakan: 'Amiin'. Kemudian Beliau naik ke tangga kedua dan Beliau
mengatakan: 'amiin', kemudian Beliau naik ke tangga ketiga lalu mengatkan:
'amiin.' Para sahabat bertanya: "Wahai rasul, kami mendengar Engkau
mengatakan 'amiin' tiga kali, (apa maksudnya) ?. Beliau menjawab: Ketika aku
naik ke tangga pertama, Jibril mendatangiku lalu berkata: 'celakalah seorang
hamba yang bertemu dengan bulan Ramadhan dan ketika Ramadhan meninggalkannya
dia tidak mendapatkan ampunan. Aku berkata: 'amin'. Kemudian Jibril berkata:
'celaka bagi seorang hamba yang masih bertemu dengan kedua orangtuanya atau
salah satu dari keduanya di masa tua, keduanya tidak menyebabkan anaknya masuk
surga. Aku berkata: 'amin'. Kemudian dia berkata: celaka bagi seorang hamba
yang nama Engkau (Muhammad) disebut di hadapannya, lalu dia tidak bersholawat
kepadamu. Aku berkata: 'amin.' [1]
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Kenapa
kita perlu meminta ampun dan istighfar? Di antara pentingnya meminta ampun dan
istighfar adalah: 1. Untuk mendapatkan keridhoan Allah dan ketenangan hati.
2.menjadi sebab dihapuskannya dosa dan diangkatnya derajat kita di hadapan
Allah. 3.menjadi sebab dikabulkannya doa dan diijabahnya harapan kita. 4.
Menjadi sebab menggapai kenikmatan dan mengusir segala kutukan.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Nikmat
apalagi yang kita kejar di dunia setelah mendapatkan lima nikmat di atas. Semua
kita mengharap ridho Allah dan ketenangan hidup.Semua kita sepakat bahwa dosa selalu
menghantui kita dan menjadi beban hidup kita.Kita semua sangat memerlukan
ampunan dosa supaya derajat kita diangkat oleh Allah. Kita juga sangat
memerlukan doa yang makbul, apapun yang kita inginkan dan kapanpun, permintaan
itu dikabulkan oleh Allah. Dan semua kita memimpikan hidup yang penuh
kenikmatan dan terhindar dari segala yang mendatangkan mudharat.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Semoga Allah memberikan ampunan
kepada kita di Ramadhan ini dan semoga kita diberikan kekuatan untuk memulai
kehidupan baru dengan semangat fitrah, semangat cinta kepada Allah, cinta
kepada Rasul, dan cinta dengan segala kebaikan.
Khutbah
Kedua
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لااله
الاالله والله أكبر. الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله الذي بنعمه تتم الصالحات.
وأمرنا بعبادته وتقواه بامتثال المأمورات واجتناب المنهيات. أشهد الا اله الاالله
رب المشرق والمغرب ورب العرش والسماوات مدبر كل المجريات. وأشهد أن محمدا
عبده ورسوله ، بعثه الله بأكمل الشرائع رحمة لجميع المخلوقات. أما بعد : فياأيها
الناس اتقوالله تعالى و كونوا مع الصادقين ، إن وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين صلوا عليه وسلموا
تسليما ، اللهم صل وسلم وزد وبارك على عبدك ورسولك نبينا محمد ، وعلى آله و
صحابته أجمعين ، وخص منهم الخلفاء الأربعة الراشدين ، أبي بكر وعمر وعثمان وعلي ،
والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين .
Hadirin
Sidang sholat Idul Fitri yang berbahagia
Sebelum
khutbah ini kita tutup dengan doa, kiranya sebuah kisah tentang suatu hari di
hari lebaran Rasulullah dapat menjadi bekalan pulang kita di hari Idul fitri
ini.
Suatu
hari, di saat hari raya seperti ini Rasulullah saw keluar dari rumahnya untuk
melaksanakan shalat idul fitri, saat itu beliau mendapati seorang anak dalam
keadaan murung dan bersedih hati di antara teman-temannya yang sedang asyik
bermain, tertawa dan berlari-lari dengan penuh suka cita.
Rasulullah
kemudian menghampiri anak itu, didekapnya dan dielus-elus kepalanya,
Rasulullah lalu bertanya, "Wahai anakku, mengapa engkau bersedih hati di
saat teman-temanmu bersuka ria pada hari ini? Di manakah rumahmu? Dan siapakah
orangtuamu?".
Dengan
mata nanar anak kecil itu menjawab, "Ayahku telah meninggal dalam suatu
peperangan bersamamu membela agama Allah, sedang ibuku menikah lagi dan aku tak
tahu di manakah ia kini."
Mendengar
ucapan itu Rasulullah saw mendekap anak itu lebih hangat lagi, lalu berkata,
"Maukah kau menjadikan aku sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, sedang
Fathimah dan Ali sebagai bibi dan pamanmu?" Anak itu mengangguk dan
tersenyum.
Lalu
Rasulullah membimbing anak itu ke rumahnya dan meminta agar Aisyah
memandikannya dan memberikan pakaian terbaik kepada anak itu.Anak kecil yang
tadi berpakaian dekil dan berwajah muram, seketika berubah menjadi kelihatan
bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapih dan memakai pakaian yang bagus.Ia
keluar dari rumah Rasulullah saw sambil berteriak-teriak kepada teman-temannya
dengan penuh keceriaan sambil berkata, "Aku adalah anak paling bahagia
hari ini. Rasulullah telah menjadi ayahku, Ibunda Aisyah menjadi ibuku, sedang
Fathimah dan Ali menjadi bibi dan pamanku."
Di
hari idul fitri seperti ini seharusnya tak seorangpun
bersedih hati.Semua orang layak untuk gembira dan bahagia.Lebih-lebih anak
kecil, mereka semua mestinya bersuka cita. Kalau satu anak yatim saja dapat
menghentikan langkah Rasulullah menuju tempat shalat idul fitri sampai anak
tersebut turut berbahagia, lalu mengapa puluhan dan ratusan anak yang mengalami
nasib yang sama seperti anak itu tidak mampu menggerakkan hati kita untuk
peduli, menyantuni, dan membahagiakan mereka?
Demikian khutbah
ied kita pada hari ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama dan memacu kita
untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan dengan sikap dan prilaku yang
Islami.amien.
Akhirnya,
marilah kita akhiri khutbah ied kita dengan berdo’a:
اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ
خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ
لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا
وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan.Menangkanlah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan.Ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun.Rahmatilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat.Berilah kami rizki
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki.Tunjukilah kami dan
lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ
الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا
مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ
الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا
مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, perbaikilah agama kami
untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami
untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang
menjadi tempat kembali kami.Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami
dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami
dari segala kejahatan.
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ
بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ
وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami
rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat
kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan
anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala
musibah di dunia ini.
اللَّهُمَّ
مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا
وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ
تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا
وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami
kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih
hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah
atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini
cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa
atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum
muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan do’a.
ربَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami
kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah
kami dari azab neraka.
[1]HR.
Imam Bukhari dalam Kitab al-Adab al-Mufrad, menurut Albani, hadits ini shahih
lighairih (Shahih al-Adab al-Mufrad 1/240.
20.52
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
DARI TAQWA INDIVIDU MENUJU TAQWA SOSAL SHAUM RAMADHAN Oleh: Dr.H.Harjani Hefni,Lc,MA
Written By mouzlim on Selasa, 22 Juli 2014 | 20.52
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى
مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدّيْن.
( يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ )، (يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا) ، ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا) أَمَّا بَعْدُ :
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
Kalimat taqwa
yang didefinisikan secara umum oleh ulama dengan ungkapan melaksanakan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya mejadikan taqwa mencakup
segala aspek kebaikan, baik hubungan kita dengan Allah (hablun minallah) maupun
hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).
Amalan-amalan
yang terkait dengan hablun minallah seperti berpuasa, tarawih, istighfar, taubat,
banyak berdoa, tilawah, dst sangat banyak dikaji dan diamalkan orang. Tetapi
taqwa sebenarnya tidak hanya mengajarkan hablun minallah, tetapi juga hablun
minannas.
Di antara model kebaikan yang hendak dibangun
oleh Ramadhan adalah rasa empati terhadap sesama yang kita sebut dalam khutbah
ini sebagai taqwa sosial.
Dalam teori
ukhuwah, persaudaraan dan semangat untuk saling mengayomi (takaful) akan
terealisasi jika didahului oleh ta’aruf (saling mengenal), tafahum
(saling memahami), dan ta’awun (saling membantu). Jika kita menerapkan teori ini untuk membuktikan tesis
bahwa Ramadhan dapat membangun taqwa sosial, maka kita akan sampai kepada
kesimpulan bahwa Ramadhan kaya dengan praktek-praktek pemenuhan aspek-aspek
teori di atas.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
A. Ramadhan mengajarkan
kita untuk saling ta’aruf
Allah
memerintahkan kaum muslimin agar selalu membuka diri dan banyak melakukan
kontak dengan orang. Membuka diri kepada banyak orang memang bukan pekerjaan
tanpa resiko, karena dari sini proses saling mempengaruhi bergulir. Kalau kita
tidak tanggap,maka boleh jadi membawa petaka, kita bisa terseret dalam perilaku
negatif. Karenanya saat memerintahkan ta’aruf dalam ayat 13 Surah al Hujurat,
Allah mengarahkan ta’aruf kepada sasaran membangun semangat
berlomba-lomba untuk mencapai derajat taqwa.
Semangat taqwa
ini tidak mungkin ditemukan dalam komunitas yang tidak kenal Allah, tidak
melaksanakan perintah-Nya, dan hanya berlomba-lomba meraih kesenangan sesaat.
Tetapi ia ditemukan dalam kelompok masyarakat yang hanif, memiliki
kepedulian terhadap perintah Allah, dan tidak senang kemaksiatan
merajalela.
Dalam menjalin
ta’aruf ini, Rasulullah mengarahkan kita untuk mencari teman yang baik dan bisa
mentransfer kebaikannya kepada kita, bukan sebaliknya. Rasulullah saw bersabda
:
عَنْ
أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ
وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ
تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ
الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً (
رواه مسلم )
“Dari
Abi Musa, dari Nabi SAW : Perumpamaan sahabat yang saleh dan sahabat yang tidak
baik seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin
memberimu minyak wangi, atau engkau membeli darinya, atau
minimal kamu mencium aroma harumnya. Sedangkan pandai besi, mungkin akan
membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau mencium aroma yang tidak sedap”
(HR.Muslim)
Bahkan
dalam hadits yang lain, Rasulullah menyebutkan bahwa teman kita memiliki peran
dominan dalam kualitas keberagamaan kita.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
“Dari
Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda : Seseorang itu terkait erat
dengan agama saudaranya. Hendaklah engkau memperhatikan dengan siapa dia
berteman” (HR.Tirmidzi, An Nasa’I, Ahmad)
Ramadhan secara intensif
mengarahkan kita untuk bertemu dengan kelompok masyarakat yang saleh atau yang
ingin berubah menjadi saleh. Di antara sarana-sarana ta’aruf di bulan Ramadhan
adalah sahur bersama keluarga. Keluarga yang sibuk merasakan saat sahur bersama
keluarga adalah sarana untuk lebih saling mengenal dan lebih dekat dengan
anggota keluarga.
Sarana
lain adalah buka puasa bersama. Ini bisa dilakukan untuk membangun komunikasi
dengan komunitas baru, atau ingin mempererat hubungan dengan komunitas yang
sudah ada. Bisa dilakukan di keluarga besar, paguyuban, RT, Masjid,
perkantoran, antara guru dengan siswanya, dengan rumah-rumah panti asuhan,
panti jompo, narapidana dan sebagainya.
Salat
tarawih adalah juga sarana efektif untuk ta’aruf. Jika pertemuan sholat ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, insyaallah akan lebih
mendekatkan kita dengan saudara kita yang lain.
Tadarus
bersama, dengan membaca al Qur’an dan mengkaji beberapa maknanya adalah juga
sarana ta’aruf yang baik.
Sedang
ta’aruf yang paling intensif bisa
dilakukan pada saat I’tikaf, di mana kita memiliki kesempatan untuk tinggal
bersama selama 10 hari di dalam satu masjid, dengan tujuan sama ingin
mendekatkan diri kepada Allah.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
B. Ramadhan mengajarkan kita untuk saling tafahum
Jika sarana-sarana yang tersedia di
atas bisa dimanfaatkan dengan baik, kita akan mengenal lebih dekat saudara
kita, baik secara fisik, psikologi, maupun pemikirannya.
Kesalahpahaman sering terjadi
akibat tidak tergalinya informasi tentang teman kita secara baik. Padahal
dengan pengenalan yang baik itu kita akan terhindar dari larangan allah seperti
mudah marah, berburuk sangka, dan membincangkan yang tidak pada tempatnya
tentang teman.
Untuk membangun sikap mudah
memahami teman, Ramadhan mengajarkan kita agar tidak mudah marah, tidak boleh
berburuk sangka dengan orang, dan tidak
boleh ghibah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا
يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
إِنِّي صَائِمٌ (رواه مسلم)
“Dari
Abu Hurairah RA. Jika kalian berpuasa, hendaklah tidak berkata kotor dan
sembrono. Apabila ada orang yang mengumpatnya atau mengajaknya untuk berkelahi,
katakanlah : aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR.Muslim)
Dalam
hadits lain disebutkan :
قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ
يَخْرِقْهَا (رواه النسائي )
“Puasa
itu adalah benteng, selama tidak ada yang menembusnya”. Dalam Sunan Ad Darimi disebutkan, yang bisa merusak
benteng puasa itu adalah ghibah.
Larangan Allah untuk marah, buruk
sangka, dan ghibah ini baru bisa kita lakukan manakala kita telah mengenal
saudara kita dengan baik. Dengan demikian, larangan marah ini tidak berdiri
sendiri, tetapi didahului dengan saling mengenal secara baik lewat
sarana-sarana Ramadhan yang disebut di atas.
Ma’asyiral Muslimin Sidang
Jumat yang dimuliakan Allah !
C.Ramadhan mengajarkan kita untuk saling ta’awun
Setelah kita mengenal baik saudara
kita, kita akan memahami kecenderungan
jiwa maupun kondisi ekonomi mereka.
Orang yang memahami kondisi saudaranya secara umum lebih mudah untuk membantu
daripada orang yang tidak kenal sama sekali.
Sasarannya adalah orang-orang miskin yang terdeteksi dari interaksi
mereka yang panjang selama Ramadhan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا
قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ (أبو داود)
“Dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW mewajibkan zakat
fithrah sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak pantas,
dan untuk memberikan makan buat orang-orang miskin…” (HR.Abu Dawud)
Selain zakat fithrah, Rasulullah SAW
mencontohkan kepada kita untuk lebih dermawan di bulan Ramadhan. Dalam sebuah
hadits disebutkan :
عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ
أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رمضات...(صحيح مسلم)
“Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW adalah orang yang paling
dermawan dalam bidang kebajikan, dan kedermawanan beliau meningkat selama bulan
Ramadhan”.
Taqwa tidak dapat diraih dengan
mengabaikan aspek sosial dan hanya sibuk dengan urusan pribadi. Bukan hanya
taqwa yang tidak diraih, bahkan keimanan kitapun menjadi tanda tanya besar,
apakah benar kita orang yang beriman, atau kita adalah orang yang hanya mengaku
beriman tanpa bukti. Orang yang perlakuannya kasar dengan anak yatim dan tidak
peduli dengan orang miskin dikatakan orang yang mendustakan agama. Allah
berfirman :
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ(1)فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ(2)وَلَا
يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ(3)
“Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberikan makan orang miskin”. (Al Maa’uun : 1-30 )
Sebaliknya, orang yang peduli dengan
sesama digambarkan secara jelas oleh Allah sebagai salah satu variable meraih
taqwa. Allah berfirman :
وَسَارِعُوا
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ(133)الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(134)
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.
(Yaitu) orang-orang yanag menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang
maupun sempit…” (QS.Ali Imran : 133-134)
Sedangkan di tempat yang lain, Allah menggandengkan
kalimat suka memberi dengan taqwa, sebagai isyarat bahwa dua kalimat adalah
kembar siam. Apabila dipisahkan, maka taqwa tidak mungkin diraih.
Ramadhan adalah bulan motivasi
meningkatkan kepedulian sosial, mudah-mudahan kita terpacu meraihnya, karena
tanpanya tujuan puasa “La’allakum Tattaqun” tidak akan terealisasi
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم
Label:
Khutbah Jum'at
20.33
“Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan”. (QS.Al Qodr:1-5). Lailatul Qadar juga dapat menghapuskan dosa orang-orang yang melaksanakan ibadah pada malam tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang sholat pada malam lailatul qodr berdasarkan iman dan ihtisab (mengharap ridha Allah), maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu (HR.Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, Lailatul Qodr memiliki tiga makna:
Sedangkan makna ketiga dari Lailatul Qodr adalah malam penentuan Qadar. Pada malam itu kejadian-kejadian yang akan terjadi setahun ke depan ditetapkan. Hal ini sejalan dengan firman Allah :“ Haa miim, Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (yaitu) urusan yang besar dari sisi…” (Ad Dukhan : 1-5). Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti : hidup, mati, rezeki, untung baik, untung buruk, dan sebagainya. Al Qodar di sini dimaksudkan sebagai rincian tahunan dari Qadha Allah yang telah ditetapkan secara umum sejak jaman azali..
BERBURU MALAM SERIBU BULAN Oleh : Dr.Harjani Hefni,Lc,MA
Setiap
bulan ramadhan terdapat satu malam yang bergelimang berkah, yang populer dengan
sebutan lailatul qadar, malam yang lebih berharga dari seribu bulan. Malam ini
menambah daftar panjang kemuliaan bulan Ramadhan. Allah berfirman :
“Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan”. (QS.Al Qodr:1-5). Lailatul Qadar juga dapat menghapuskan dosa orang-orang yang melaksanakan ibadah pada malam tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang sholat pada malam lailatul qodr berdasarkan iman dan ihtisab (mengharap ridha Allah), maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu (HR.Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, Lailatul Qodr memiliki tiga makna:
pertama, Lailatul
Qodr adalah Malam yang penuh keagungan dan kehormatan. Banyak hal yang membuat malam ini menjadi penuh
keagungan dan kehormatan sebagaimana dicatat oleh Ibnu Hajar, di antaranya
karena malam tersebut adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Begitu agungnya Al
Qur’an menyebabkan semua faktor yang mengiringinya menjadi agung dan terhormat.
Menurut makna ini, malam Al Qadar menjadi mulia karena faktor turunnya Al
Qur’an. Malam ini disebut juga sebagai malam keagungan karena turunnya Malaikat dengan seizin Tuhan
mereka. Malaikat adalah makhluk Allah yang mulia yang selalu taat dengan
perintah Allah dan tidak pernah berbuat dosa. Turunnya para malaikat, makhluk
Allah yang mulia ini menjadikan malam tersebut turut menjadi mulia. Malam ini
juga menjadi agung karena dijadikan oleh Allah sebagai malam yang penuh
barakah, rahmat, dan maghfirah. Keberkahan Allah di malam ini tercurah, sifat
rahmat-Nya di tebar buat seluruh makhluk-Nya, dan pintu ampunan-Nya dibuka
selebar-lebarnya. Keberkahan, rahmat, dan maghfirah adalah ciri-ciri keagungan
dan kehormatan. Malam ini juga menjadi agung karena akan membuat orang yang
menghidupkannya dengan ibadah menjadi
agung dan terhormat.Makna
kedua dari Lailatul Qodr adalah malam
yang sempit. Sifat ini dialamatkan kepada malam al Qodar, karena ilmu tentang
penentuan qadar yang turun malam itu tetap menjadi rahasia Allah, dan manusia
tetap sempit pengetahuannya tentang hal ini. Juga disebut malam yang sempit
karena bumi pada malam itu menjadi sempit karena dijejali oleh turunnya
malaikat yang begitu banyak.
Sedangkan makna ketiga dari Lailatul Qodr adalah malam penentuan Qadar. Pada malam itu kejadian-kejadian yang akan terjadi setahun ke depan ditetapkan. Hal ini sejalan dengan firman Allah :“ Haa miim, Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (yaitu) urusan yang besar dari sisi…” (Ad Dukhan : 1-5). Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti : hidup, mati, rezeki, untung baik, untung buruk, dan sebagainya. Al Qodar di sini dimaksudkan sebagai rincian tahunan dari Qadha Allah yang telah ditetapkan secara umum sejak jaman azali..
Waktu dan Cara Memburunya
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan malam Al Qodr. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa malam Al Qodr jatuh pada malam ke 21, ada yang mengatakan malam ke-23, ada yang mengatakan malam ke-25, ada yang mengatakan malam ke-27, ada yang mengatakan malam ke-29, dan ada yang mengatakan malam tersebut jatuh secara berpindah-pindah dari tahun yang satu ke tahun berikutnya.Di antara hikmah tidak dipastikannya kapan turunnya lailatul Qadar adalah untuk memotivasi kaum muslimin agar terus giat dan sungguh-sungguh beribadah, dan tidak hanya beribadah pada hari-hari tertentu dan meninggalkan ibadah di hari-hari yang lain. Lailatul Qodr tidak disambut dengan memasang obor, pelita, petasan, atau apa saja yang bernuansa api. Ia juga tidak disambut dengan membuat kue-kue khusus menyambut hadirnya malaikat, sebagaimana dilakukan oleh sebagian masyarakat kita. Baik api ataupun makanan menyambut lailatul Qadar adalah seremonial bersifat fisik yang tidak ada dasarnya dalam Islam, dan tidak sejalan dengan semangat Al Qodr yang bersifat maknawi. Lailatul Qodar juga tidak disambut dengan cara memperindah rumah, membeli sofa baru, memadati keramaian di mall-mall dan seterusnya. Perbuatan ini sangat jauh panggang dari api, karena sangat berseberangan dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kalau kita melihat keseriusan Rasulullah saw, isteri-isteri beliau dan para sahabat menyongsong tibanya lailatul Qodr, kita akan berkesimpulan bahwa Lailatul Qodr adalah puncak kenikmatan yang dihadirkan oleh Allah di bulan Ramadhan. Dan puncak kenikmatan ini sangat kecil kemungkinannya akan dirasakan oleh orang-orang yang tidak meniti hari demi hari ramadhannya dengan “iimanan” dan “ihtisaban”. Karenanya mereka menyambut malam tersebut dengan penuh kesungguhan dengan cara menghidupkan malam-malam mereka dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah lebih daripada hari-hari biasanya.Di antara cara menggapai lailatul Qodr adalah dengan menghidupkan malam-malamnya dengan “imanan” dan “ihtisaban”. Rasulullah menghidupkan malam-malam terakhir tersebut di masjid, memperbanyak sholat, tadarus Al Qur’an, dzikir dan menghidupkan sebagian besar waktu malamnya dengan ibadah. Dan kalau kita diizinkan oleh Allah untuk bertemu dengan malam itu yang ditandai dengan ketenangan jiwa yang luar biasa saat bermunajat kepada Allah, maka ucapkanlah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ ( Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi maaf, senangkan memaafkan, karenanya ampunilah daku).Semoga kita dapat menggapai malam yang penuh mulia, penuh keagungan dan penuh barakah ini. Amiin
Label:
Kajian Ibadah
20.18
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT sedangkan selain Allah semuanya kecil semata. Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa. Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
LA’ALLAKUM TATTAQUN Oleh: Dr.Harjani Hefni,Lc,MA
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ :
اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوىَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوااللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT sedangkan selain Allah semuanya kecil semata. Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa. Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Tujuan
utama madrasah Ramadhan adalah ‘la’allakum tattaqun’, semoga kita menjadi orang
yang bertaqwa. Karena itu, setelah kita menjalani ibadah puasa selama satu
bulan penuh, menjadi sangat penting bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri taqwa,
agar kita dapat merawatnya jika kita mendapatkannya, atau memohon ampun kepada
Allah atas kekurangan kita dalam mewujudkannya.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Di
antara ayat dalam al-Quran yang mengungkap tentang ciri-ciri orang yang
bertaqwa adalah QS. Ali Imran ayat 133-136. Allah swt berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا
وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135) أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ
أَجْرُ الْعَامِلِينَ (136)
133. Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
135. dan (juga) orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[1],
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa
lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
136. mereka itu balasannya
ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah Sebaik-baik pahala
orang-orang yang beramal.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Berdasarkan ayat-ayat di atas,
di antara ciri-ciri terpenting orang yang bertaqwa adalah:
A.
Berlomba-lomba meraih maghfirah dan
ampunan.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang selalu sibuk
mengevaluasi amalan dirinya dan cepat meminta ampun jika menemukan kekurangan.
Orang yang bertaqwa tidak sibuk mencari kesalahan orang lain.
Selama Ramadhan kita dilatih untuk banyak taubat, istighfar,
dzikir, doa, dan amalan-amalan yang membuat kita akan diampuni Allah.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا،
غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ» (رواه البخاري)
‘Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap ridho Allah akan diampuni dosa-dosa
yang telah lalu” (HR.Bukhari)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ
مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ» (رواه البخاري)
“Barangsiapa
melaksanakan sholat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridho
Allah akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR.Bukhari)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
(رواه البخاري)
“Barangsiapa yang melaksanakan sholat pada
malam al-qadar karena iman dan mengharap ridho Allah akan diampuni dosa-dosanya
yang terdahulu…”
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ الْقَدْرِ
مَا أَقُولُ
فِيهَا؟ قَالَ: " قُولِي: اللَّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعَفُ عَنِّي ". رَوَاهُ أَحْمد وَابْن
مَاجَه وَالتِّرْمِذِيّ وَصَححهُ
Aisyah berkata: Wahai Rasul,
jika aku mengetahui lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan? Rasul berkata:
ucapkanlah: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau suka
mengampuni, ampunilah daku.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
B.
Orang yang bertaqwa adalah orang
yang rindu surga.
Orang yang bertaqwa sibuk mempersiapkan diri dengan
bekal-bekal yang membuat Allah ridho dan membuatnya layak untuk dimasukkan ke
dalam surga.
Selama bulan Ramadhan kita dilatih untuk menyibukkan diri
kita dengan melakukan berbagai macam ketaatan yang mendekatkan kita ke surga,
seperti sholat, zakat, infaq, sedekah, puasa, membaca al-Quran.
Di antara doa yang diajarkan Rasulullah kepada Aisyah
adalah:
اللهم!
إني أسألك الجنة، وما قرّب إليها من قول أو عمل، وأعوذ بك
من النار، وما قرَّب إليها من قول أو عمل.
‘Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu surga dan segala hal yang mendekatkan kepada surge, baik kata
maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari api neraka dan segala hal
yang mendekatkan diriku kepada neraka, baik kata maupun perbuatan.” (HR. Hakim
dan Ahmad).
C.
Orang yang bertaqwa adalah orang
yang peduli dan memberikan kenyamanan kepada sesama.
Bentuk kepedulian dan kenyamanan
yang dihadirkan oleh orang yang bertaqwa adalah:
a.
Gemar berinfaq. Karena gemar, maka
mereka tidak hanya berinfaq disaat lapang, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun
mereka tetap berinfaq. Dengan infaq, orang yang tidak mampu merasa diperhatikan
dan hidup nyaman berdampingan dengan orang yang mampu.
b.
Mampu menahan amarah.
Orang yang bertaqwa mampu mengendalikan diri dan tidak mudah
disulut emosi di tengah dia mampu melampiaskannya. Mampu menahan diri disaat
marah adalah ciri kekuatan pribadi mukmin. Pergaulan yang dibangun di atas
pondasi marah dan emosi selalu akan melahirkan kekeruhan dan ketidaknyamanan.
Orang akan menajuh dan takut bergaul dengannya.
c.
Suka memaafkan.
Dalam menjalani kehidupan, gesekan antar pribadi tidak
mungkin dielakkan. Ciri orang yang bertakwa adalah memiliki keluasan dada dan
memiliki kesiapan untuk memaafkan kesalahan orang yang berbuat salah kepadanya.
Sifat pemaaf membuat orang yang memaafkan akan menjadi lapang dadanya dan yang
dimaafkan menjadi lega dan bahagia.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Orang
yang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah. Mereka juga
adalah manusia biasa yang rentan berbuat salah. Tetapi kelebihan orang yang
bertaqwa adalah kecepatan mendeteksi kesalahan yang mereka lakukan. Jika mereka
melakukan fahisyah, perbuatan keji yang tidak pantas dilakukan, atau
mendzalimin diri mereka, mereka tidak betah dalam kekejian itu, mereka gelisah,
dan segera ingat Allah dan segera mohon ampunan dari Allah swt.
Selain itu, Orang yang bertaqwa juga
tidak akn terus-menerus melakukan kemasiatan, dia sesali perbuatan yang sudah
dilakukan, dia berjanji untuk tidak melakukannya kembali, lalu dia ganti dengan
amalan-amalan baik.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Jika
kita sudah rindu dengan surga, cepat membaca kesalahan dan memperbaikinya, serta
memberikan kenyamanan dalam hubungan sesama manusia, maka taqwa insya Allah dia
dapatkan. Tapi kalau kita masih lambat merespon perintah Allah, bahkan berani
melanggar aturan Allah, selalu membuat orang lain di sekitarnya khawatir dengan
keberadaannya, maka kita harus introspeksi…jangan-jangan kita termasuk
orang-orang yang gagal meraih atqwa.
Bagi
yang telah mencapainya, mari bersyukur kepada Allah swt ataus taufiq dan
hidayah-Nya, dan mari kita merawatnya sehingga nilai taqwa selalu bersemi di
dalam hati kita. Bagi yang belum meraihnya…segeralah beristighfar kepada
Allah…segeralah bertaubat…karena waktu yang tersedia bagi kita di dunia ini
pendek. Semoga istighfar dan taubat kita menjadi langkah awal untuk mengurangi
kekurangan-kekurangan yang telah kita lakukan.
Demikian
khutbah ied kita pada hari ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama dan memacu
kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan dengan sikap dan prilaku
yang Islami. amien. Akhirnya, marilah kita akhiri khutbah ied kita dengan
berdo’a:
اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا
فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan
lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا
دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى
فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, perbaikilah agama kami
untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami
untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang
menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi
kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi
kami dari segala kejahatan.
اَللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ
بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami
rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat
kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan
anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala
musibah di dunia ini.
اَللَّهُمَّ
مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا
وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ
تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا
وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami
kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih
hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah
atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini
cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa
atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum
muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan do’a.
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami
kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah
kami dari azab neraka.
[1] Yang dimaksud perbuatan keji
(faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri
sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri
ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang
besar atau kecil.
Label:
Khutbah Jum'at